PENGELUARAN UNTUK REKONSTRUKSI DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

Pengeluaran Untuk Rekonstruksi Dan Pengentasan Kemiskinan 
1. Pendidikan serta Pertumbuhan Ekonomi
Ilmu ekonomi pendidikan (economics of education) merupakan galat satu cabang ilmu ekonomi yang mengalami perkembangan relatif pesat sejak tahun 1960-an. Pada awal perkembangnya, Schultz (1961) menganalisis bahwa peningkatan pendapatan riil per kapita masyarakat America dalam pertengahan abad ke-20 ditimbulkan pertumbuhan modal insan. Selanjutnya, Lucas (1988) mempresentasikan sebuah contoh yg menyebutkan bahwa kekuatan yg mendorong pertumbuhan ekonomi adalah tingkat akumulasi kapital manusia. Bahkan sebuah konferensi ekonomi Internasional yg diselenggarakan tahun 1963 telah membuat sebuah prosiding yg berisi tentang beberapa hal penting berkaitan menggunakan kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi, profitabilitas investasi pendidikan (termasuk estimasi tingkat pengembalian sosial dan individu), peranan energi kerja terdidik dalam pembangunan ekonomi, perencanana serta pembiayaan pendidikan, serta efek pendidikan terhadap distribusi pendapatan dan kekayaan (Psacharopoulos, 1987).

Sementara itu, bagaimana investasi pendidikan memberikan kontribusi positif dan pribadi terhadap pertumbuhan ekonomi sudah dibuktikan sang banyak sekali hasil penelitian. Pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju lebih didorong sang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa menaikkan produktivitas tenaga kerja, bukan pertumbuhan tanah serta modal fisik per pekerja. Terbukti bahwa negara-negara yg mengalami pertumbuhan pendapatan secara persisten jua memiliki pengeluaran yg akbar di bidang pendidikan serta training buat angkatan kerja mereka (Becker, 1993). 

Belassi serta Musila (2004) menggunakan prosedur estimati kointegrasi serta kesalahan residual (error correction contoh=ECM) buat menginvestigasi imbas pengeluaran pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) riil Uganda selama periode 1965-1999. Penelitian ini jua memasukkan modal fisik serta tenaga kerja sebagai salah variabel penting yang menghipnotis pertumbuhan dalam jangka panjang. Hasil penelitian menerangkan bahwa dengan menggunakan contoh ECM, pada jangka pendek, secara rata-rata setiap kenaikan 1% pengeluaran pendidikan per energi kerja akan mendorong output nasional sekitar 0,04%. Sementara itu, dengan perkiraan kointegrasi, pada jangka panjang, secara rata-rata setiap kenaikan 1% pengeluaran pendidikan per tenaga kerja akan mempertinggi output nasional kurang lebih 0,6%. 

Berbeda menggunakan pendekatan yg dilakukan penelitian di atas, Nour serta Muysken (2006) menggunakan pendekatan lain buat menjelaskan bagaimana defisiensi sistem pendidikan serta banyaknya pekerja lokal serta asing yang nir terlatih di negara-negara semenanjung Arab, khususnya Uni Emirat Arab, adalah hambatan berfokus untuk mengurangi ketergantungan terhadap teknologi luar negeri serta merestrukturisasi perekonomian berdasarkan ketergantungan mereka terhadap ekspor minyak. Hasil penelitiannya menampakan bahwa interaksi antara sistem pendidikan yg nir memadai dan tingginya pasokan tenaga kerja asing yang nir terlatih mempunyai konsekuensi serius, misalnya; tingkat keahlian yang rendah, penyelenggaraan pembinaan yg rendah, ketidaksesuain keahlian, transfer pengetahuan yang rendah, usaha-bisnis yang terbatas buat pengembangan teknologi lokal, ketergantungan terhadap teknologi luar negeri dan penurunan produktivitas. Mereka pula menemukan bahwa kuliatas pendidikan dan training yg rendah, kurangnya insentif buat memotivasi hubungan yg efektif antara pemilik pengetahuan dan penerima pengetahuan, dan ketidaksesuaian keahlian adalah faktor penting penghambat transfer pengetahuan.

Sementara itu, Al-Yousif (2008) meneliti interaksi kausalitas antara pengeluaran pendidikan sebagai proksi modal manusia dan pertumbuhan ekonomi di 6 negara GCC menggunakan memakai uji Granger Causality. Hasil penelitian menyatakan output yg majemuk tetapi di hampir semua negara hanya masih ada hubungan kausalitas satu arah (unidirectional causality) yaitu dari insan ke pertumbuhan ekonomi, nir sebaliknya. Keragaman hasil penelitian ini ditimbulkan oleh karakteristik masing-masing negara serta penggunaan proksi modal manusia yang bhineka.

Lebih spesifik, Nomura (2007) meneliti bagaimana donasi investasi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi bisa berubah-ubah jika taraf pendidikan serta pemerataan pendidikan tidak sama. Dengan menggunakan homogen-homogen tahun sekolah (average number of years of schooling) serta koefisien Gini masing-masing menjadi proksi taraf pendidikan serta pemerataan pendidikan, hasil penelitian menerangkan, pertama, kontribusi investasi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi lebih akbar serta secara statistik lebih signifikan pada negara-negara menggunakan tingkat pendidikan yang rendah dibandingkan pada negara-negara menggunakan pemerataan pendidikan yg lebih baik. Meskipun pada kenyataan peningkatan homogen-rata tahun sekolah pada negara tadi relatif lebih rendah disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik dan infrastuktur pendidikan, biaya pendidikan yang tinggi, dan pasar modal yang tidak sempurna. Implikasi menurut temuan ini merupakan kebijakan pendidikan sebaiknya dirancang buat menaikkan pemerataan pendidikan sebab peningkatan rata-rata tahun sekolah tanpa disertai peningkatan pemerataan pendidikan akan mempunyai pengaruh yg mini terhadap pertumbuhan ekonomi. 

2. Keuntungan Individu dan Sosial Investasi Pendidikan
Tidak satupun negara bisa mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tanpa investasi modal manusia secara substansial. Pendidikan memperkaya pemahaman insan dan dunia. Pendidikan jua menaikkan kualitas hidup manusia serta manfaat sosial yang lebih luas baik buat individu maupun warga . Pendidikan menaikkan produktivitas dan kreativitas energi kerja dan meningkatkan kewirausahaan dan kemajuan teknologi. Bahkan, pendidikan memainkan peran yang penting dalam menyelamatkan kemajuan sosial dan ekonomi serta meningkatkan distribusi pendapatan (Ozturk, 2001).

Dampak positif investasi pendidikan nir hanya menaruh laba individu (private benefits) tetapi jua keuntungan sosial (social/public benefits). Investigasi efek menyeluruh (total effect) investasi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi terus berlangsung dan mengalami perkembangan baik menurut sisi metodologi juga variabel yang diukur. Peneliti tidak hanya berfokus pada impak pribadi (direct effect) atau manfaat individu (individual benefits) berdasarkan investasi pendidikan terhadap peningkatan pertumbuhan melalui peningkatan pendidikan serta keterampilan angkatan kerja tetapi jua menganalisis impak nir pribadi (indirect effect) investasi pendidikan terhadap kesehatan, pertumbuhan penduduk, demokrasi, HAM, stabilitas politik, kemiskinan, ketidakmeraan distribusi pendapatan, lingkungan serta tingkat kriminal. Mayoritas output penelitian mendukung tesis bahwa investasi pendidikan tidak saja memberikan keuntungan individu tetapi juga dampak sosial (spillover benefit atau social benefit atau externalities). Bahkan, Pscharopoulos serta Patrinos (2002) berkesimpulan bahwa tingkat pengembalian keuntungan sosial atau ekternalitas positif mungkin lebih baik dibandingkan tingkat pengembalian individu buat tingkat pendidikan dasar serta menengah, sedangkan buat tingkat pendidikan tinggi justeru kebalikannya. Hasil ini juga didukung oleh temuan Keller (2006) bahwa taraf partisipasi pendidikan dasar nir menaruh signal keuntungan pribadi (direct benefits) terhadap pertumbuhan perkapita, tetapi partisipasi pendidikan dasar menampakan indirect effect menggunakan menurunnya tingkat fertilitas yg cukup signifikan, menarik investasi modal fisik, menaikkan angka partisipasi di tingkat pendidikan menengah, serta impak tadi selanjutnya meningkatnya pendapatan per kapita. 

Pada level pendidikan mana yang memberikan manfaat yg paling akbar terhadap pertumbuhan ekonomi jua sebagai topik kajian yang menarik. Papageorgiou (2003) menampakan hasil regresi bahwa pendidikan dasar memberikan donasi pada produksi output akhir saja ad interim pendidikan tinggi menaruh donasi terhadap inovasi dan pengembangan teknologi. Atau dengan kata lain, sebagaimana yang ditemukan oleh Knowles (1997), bahwa meningkat taraf pendidikan akan memberikan produktivitas yg tinggi karena semakin meningkatnya tambahan produk berdasarkan setiap tambahan energi kerja (marginal product of labour).

Survey di 44 negara oleh Pscharopoulos (1981) telah memperkaya studi mengenai pengukuran manfaat individu dan sosial investasi pendidikan. Beberapa temuannya adalah menjadi berikut:
a) taraf pengembalian pendidikan dasar adalah paling tinggi dibandingkan menggunakan taraf pendidikan lainnya, termasuk pendidikan tinggi;
b) tingkat pengembalian individu lebih akbar dibandingkan pengembalian sosial, khususnya dalam taraf pendidikan tinggi/univesitas;
c) tingkat pengembalian investasi pendidikan lebih tinggi 10 persen daripada tingkat pengembalian investasi fisik; dan
d) tingkat pengembalian pendidikan di negara-negara berkembang lebih tinggi nisbi terhadap pengembalian pendidikan pada negara-negara yg lebih maju.

Comments