ARAH PENDIDIKAN ISLAM MENUJU TERCIPTANYA KEPRIBADIAN QURANI

Arah Pendidikan Islam Menuju Terciptanya Kepribadian Qurani 
Pada ketika ini pendidikan Islam dihadapkan pada aneka macam duduk perkara yg makin berat, di mana masyarakat sedang mengalami krisis moral. Melalui media masa, cetak maupun elektronik, kita dapat memperoleh liputan mengenai tanda-tanda kemerosotan moral moral misalnya adegan kekerasan, sadisme dan keberingasan. 

Dalam dunia pendidikan tanda-tanda-gejala itu ditandai menggunakan tawuran serta kekerasan antar pelajar, penyalahgunaan obat-obat terlarang serta aksi-aksi pornografi. Kecenderungan tersebut sepertinya adalah fenomena yg terkait menggunakan ketidakmampuan forum pendidikan pada memperkuat pelembagaan nilai-nilai Islam bagi kehidupan individual dan sosial.

Oleh karenanya pendidikan Islam mempunyai peranan penting dan strategis dalam mengembangkan kemampuan siswa supaya mereka, kini serta kelak, mampu membuatkan serta mengendalikan kehidupannya secara seimbang lahir serta batin dan terus menerus mencari kebahagiaan abadi melalui aktualisasi nilai-nilai Islami. 

Agar para murid bisa mengaktualisasikan nilai-nilai Islami tersebut, maka mereka perlu bantuan ilmu pengetahuan serta pemupukan iman dan akhlak yang bertenaga, sebagai akibatnya ia tidak hanya mengenal pelajaran akhlak dan rukun iman pada buku-buku saja tapi jua mendalami dan menghayatinya pada situasi serta syarat kehidupan seharihari. Dengan kata lain, iman dan akhlak harus menjadi karakter serta kepribadian yang inheren pada konduite kehidupan konkret sehari-hari.

Menurut para psikolog, kepribadian itu adalah struktur dan proses psikologis yang tetap yg tersusun dari pengalamanpengalaman individu yang kemudian menciptakan aneka macam tindakan serta respons terhadap lingkungan tempat ia hayati. Kepribadian jugalah yg membedakan seorang individu menurut individu yg lain.

Dengan istilah lain, kepribadian adalah pengaturan individu yg bersifat bergerak maju pada sistem fisik serta psikis yg memilih tabiatnya yg unik selaras dengan lingkungannya dan tidak sinkron menurut yg lain. Ketika para psikolog modern mempelajari faktorfaktor yang menentukan kepribadian, mereka hanya menilik faktor-faktor biologis, sosiologis, serta kultural saja. Dalam menyelidiki faktor-faktor biologis, mereka concern buat mengusut efek genetika, pembentukan fisik dan pembentukan sistemsistem saraf dan sistem kelenjar. Sedangkan yg berkaitan dengan efek sosiologis mereka penekanan kepada kajian mengenai pengalaman masa kanak-kanak, teman dan sahabat, kultur setempat, stratifikasi sosial serta lembaga-lembaga sosial. Dari berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 gerombolan , yaitu gerombolan hereditas dan lingkungan.

Menurut Muhammad Utsman Najati (1992: 224), para psikolog terbaru dalam memilih kepribadian seorang itu hanya melalui kajian fisik-biologis saja tanpa memperhatikan aspek spriritualnya. Hal ini sejalan menggunakan metodologi penelitian ilmiah mereka yang terbatas dalam hal-hal yg bisa diobservasi dan diteliti sang eksperiman ilmiah saja. Tetapi, menurutnya, mereka nir harus mengabaikan kajian aspek spiritual insan dalam pengaruhnya terhadap kepribadian mereka.

Diabaikannya aspek spiritual insan pada kajian para psikolog modern tentang kepribadian insan sudah mengakibatkan kekurangjelasan pada pemahaman mereka tentang insan serta kepribadiaannya. Hal itu pula yang mengakibatkan mereka nir bisa menemukan terapi kejiwaan yg paling tepat buat mengatasi gangguan kepribadian.

Erich Fromm, seorang psikoanalisis misalnya yang dikutip Utsman Najati, menyadari kekurangan psikologi terkini serta kelemahannya pada tahu manusia secara sempurna karena mengabaikan aspek spiritual. 

Hal ini bisa difahami menurut pernyataannya bahwa psikologi telah mencampakkan penelitiannnya berdasarkan aspek spiritual serta hanya meneliti aspek-aspek yang bisa diteliti pada laboratorium saja. Ilmu ini pula menduga bahwa perasaan, aturan-anggaran nilai dan pengetahuan tentang kebaikan serta keburukan hanyalah menjadi konsep-konsep metafisis yg berada di luar konflik psikologi. 

Secara generik, ilmu ini hanya memperhatikan pertarungan yang dangkal yang hanya sejalan menggunakan tuntutan metode ilmiah, tidak memperhatikan kenyataan insaniyah seperti cinta, nalar, perasaan, serta nilai. Apabila aspek spriritual ditinggalkan maka ilmu itu hanya akan memberi gambaran yg nir jelas serta tidak akurat tentang kepribadian tersebut. 

Untuk menanamkan nilai-nilai kepribadian yang utuh yang sinkron dengan tuntunan dan ajaran al-Quran, yakni adanya ekuilibrium antara tuntutan biologis serta spiritual maka dibutuhkan kegiatan pendidikan. Pendidikan, menurut Syaiful Sagala (2007: 1) adalah karya beserta yg berlangsung dalam suatu pola kehidupan insani eksklusif. Definisi ini menitikbertakan pentingnya proses pendidikan yang terrencana dan teratur serta dikelola sang suatu organisasi yg baik. 

Sementara berdasarkan Webster’s New World Dictionary (1962), pendidikan adalah proses peralihan dan pengembangan pengetahuan, ketrampilan, pikiran, karakter, serta seterusnya, khususnya lewat persekolahan formal. Definisi ini lebih menitikberatkan kepada objek yang harus dikembangkan pada sebuah pendidikan yakni aspek kognitif, afektif serta psikomotor dalam sebuah lembaga pendidikan formal.

Menurut Abu Ahmadi (2003: 68), pendidikan (paedagogie) secara etimologis: berasal berdasarkan bahasa Yunani terdiri berdasarkan istilah pais, merupakan anak serta again diterjemahkan membimbing. Jadi paedagogie merupakan bimbingan yang diberikan pada anak. Menurut Zainal Aqib (2007: 14) pendidikan merupakan efek bimbingan, arahan berdasarkan orang dewasa kepada anak yg belum dewasa agar sebagai dewasa, berdikari dan memiliki kepribadian yang utuh serta matang. Nanang Fatah (2000: 4) beropini, bahwa pendidikan merupakan memanusiakan manusia muda. Pengangkatan insan muda ke taraf mendidik. 

Dalam Dictionary of Education, pendidikan adalah: a) proses seorang dalam menyebarkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya pada pada warga loka mereka hayati; dan b) proses sosial yang terjadi dalam orang yang dihadapkan kepada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yg tiba menurut sekolah), sebagai akibatnya mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yg optimum. Dengan istilah lain pendidikan ditentukan sang lingkungan buat membuat perubahan-perubahan yg sifatnya permanen (tetap) pada tingkah laku , pikeran dan sikap. 

Berdasarkan beberapa definisi pendidikan tersebut bisa diidentifikasikan beberapa ciri pendidikan, yaitu: 1) pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan buat berkembang, sehingga berguna buat kepentingan hidup, mandiri dan mempunyai kepribadian yg utuh dan matang; dua) Halhal yg bisa dikembangkan merupakan pengetahuan, ketrampilan, pikiran, karakter serta seterusnya; tiga) Untuk mencapai tujuan itu pendidikan melakukan bisnis yang terrencana pada memilih isi (materi), strategi, dan teknik penilaiannnya yg sesuai; dan 4) Kegiatan pendidikan dilakukan pada lingkungan famili, sekolah serta masyarakat (formal serta non formal).

Dari banyak sekali permasalahan yg dapat diidentifikasi, itu maka pendidikan senantiasa berusaha membuatkan potensi individu supaya bisa berdiri sendiri baik dalam aspek kognitif, afektif, juga psikomotor; demikian pula sebagai makhluk sosial ia selalu berinterksi menggunakan lingkungan sesamanya. Sebagai makhluk susila manusia perlu dikembangkan aspek susilanya lantaran hanya manusialah yang dapat menghayati kebiasaan-kebiasaan serta nilai-nilai dalam kehidupannya, sebagai akibatnya manusia bisa menerapkan tingkah laris mana yang baik, yg buruk dan yang nir bersifat susila. Aspek lainnya merupakan kehidupan religius yakni pada hubungannya menggunakan Sang Pencipta, menghayati dan mengamalkan ajaran-Nya sesuai dengan agamanya. Semua itu hanya bisa terwujud melalui pendidikan

Dari uraian di atas, maka jika dikaitkan menggunakan eksistensi dan hakikat kehidupan manusia, mau ke manakah pendidikan itu diarahkan? Jawabannya adalah buat pembentukan kepribadian manusia, yaitu berbagi insan menjadi makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk beragama (religius). Lalu pertanyaan berikutnya, kepribadian manusia misalnya apa yg diperlukan sang pendidikan Islam? Tentu jawabannya adalah kepribadian yang berlandaskan al-Quran.

Dalam rangka pencapaian target tersebut maka pendidikan Islam memiliki tugas maha berat buat menanamkan nilai-nilai kepribadian yg berlandaskan al-Quran. Nilai-nilai kepribadian tersebut tentu wajib digali melalui penelitian serta kajian dengan pendekatan eksklusif kepada asal aslinya al-Quran al-Karim.

Kepribadian berdasarkan Al-Quran
Dalam al-Quran terdapat penjelasan tentang kepribadian insan serta ciri-karakteristik kepribadiannya yang bersifat generik yang akan membedakan insan berdasarkan makhluk Allah yg lainnya, beberapa pola atau contoh umum kepribadian manusia, gambaran kepribadian yg stabil serta labil dan faktorfaktor yg memilih stabil dan labilnya kepribadian insan.

Kita tidak dapat tahu kepribadian manusia secara kentara tanpa tahu hakikat seluruh faktor-faktor yg menentukan kepribadian itu, baik faktor biologis, spiritual, juga kultural. Oleh karena itu, pembahasan ini akan diawali terlebih dahulu dengan fasal “penciptaan insan”, menggunakan tujuan buat mengingatkan balik ingatan kita bahwa insan itu terdiri berdasarkan 2 unsur yakni jasmani dan ruhani.

Penciptaan Manusia
Manusia berasal berdasarkan 2 unsur yakni materi dan roh yang diciptakan melalui beberapa fase yakni berdasarkan tanah sebagai lumpur, terus sebagai tanah liat lalu menjadi tanah kering. Kemudian Allah meniupkan roh kepadanya, lalu terciptalah Adam a.S. Roh adalah unsur paling luhur yang memiliki kecenderungan pada sifatsifat luhur serta cenderung mengikuti kebenaran, mengandung kesiapan buat mengimplementasikan kasus-masalah yg luhur dan sifat yg kudus, dapat mencapai keluhuran yg melebihi taraf fauna, mempunyai kesamaan dalam sumber nilai serta pengetahuan buat memilih hakikat insan, mempunyai kecenderungan buat mengenal Allah serta beribadah kepada-Nya, merindukan moralitas dan nilai-nilai luhur yg dapat mengangkat insan pada taraf kesempurnaan insaniah yg tinggi.

Roh serta materi pada insan tidaklah berdiri sendiri namun berpadu secara harmonis. Dari perpaduan inilah terbentuklah manusia dan kepribadiannya. Kita tidak akan dapat tahu kepribadian manusia secara seksama tanpa memperhatikan esensi manusia itu sendiri yang terdiri menurut 2 unsur yakni materi dan roh. 

Pertentangan Dua Aspek Kepribadian
Adakalanya ada pertentangan antara kebutuhan 2 aspek kepribadian manusia tersebut. Kadang-kadang insan tertarik sang kebutuhan nafsu serta syahwatnya dan kadang-kadang tertarik oleh kebutuhan spiritualnya. 

Dengan begitu, boleh jadi Allah hendak menguji insan buat bisa mengatasi gejolak ini, barangsiapa yang berhasil mengatasinya berarti dia sudah berhasil dalam ujian tersebut, akan tetapi barang siapa yg permanen dikendalikan sang hawa nafsunya berarti dia telah gagal pada ujian tersebut. 

Untuk mengatasi gejolak itu, Allah sudah menganugerahkan akal yg dapat membedakan yg baik dan yang tidak baik serta yg sahih dan yang batil. Allah pun memberi kebebasan buat menentukan jalan yg bisa mengatasi gejolak itu menjadi bagian pertanggungjawaban manusia pada hari akhir nanti. 

Manakala manusia telah memilih kesenangan-kesenangan duniawi dan dikendalikan sang hawa nafsu dan syahwatnya serta melupakan Allah dan hari akhir maka beliau memiliki kepribadian yang nir matang. Ia hanya ingin memuaskan kebutuhan serta keinginannya semata. Sedang orang yg berada pada tingkat kesempurnaan yg tinggi menggunakan taqarrub, beribadah serta beramal shaleh dan menjauhi segala yg akan dimurkai Allah maka hatinya senantiasa terjaga, hening dan tentram. 

Kepribadian yang Stabil 
Kepribadian yg stabil dari Islam merupakan kepribadian yang seimbang antara tubuh serta roh, pemenuhan kebutuhan ke 2 aspek tersebut sesuai dengan yg dipengaruhi oleh syariat. Di waktu yang bersamaan juga harus tetap pada kondisi iman pada Allah, ibadah, beramal shaleh, dan menghindari hal-hal yang bisa mengundang murka Allah. Jadi eksklusif yang dikendalikan sang hawa nafsunya merupakan pribadi yg tidak normal, demikian pula orang yang hanya cenderung memeperhatikan kebutuhan serta kerinduan spiritualnya saja pun tidak dapat dikatakan eksklusif yg normal, lantaran masing-masing sikap ekstrim tersebut menyalahi tabiat manusia dan bertentangan dengan fitrahnya. 

Pola-pola Kepribadian berdasarkan Al-Quran.
Dalam al-Quran masih ada 3 klasifikasi pola keyakinan manusia, yaitu mukmin, kafir serta munafik. Dari ketiga pola ini masing-masing mempunyai karakteristik utama yg membedakan satu menggunakan yg lainnya. Pengklasifikasian atas dasar keyakinan ini sejalan menggunakan tujuan al-Quran sebagai buku aqidah dan hidayah. Selanjutnya pengklasifikasian itu pertanda pentingnya akidah pada pembentukan kepribadian manusia. Pengklasifikasian ini pula pertanda bahwa faktor utama pada evaluasi suatu kepribadian pada pandangan al-Quran merupakan akidah serta ketakwaan. 

Pertama, mukmin. Ciri-karakteristik menurut orang yang mukmin merupakan: 1) yg berkaitan menggunakan akidah: beriman kepada Allah Swt., Rasul-rasul, Kitab-buku, Malaikat, hari kiamat, hari kebangkitan, hisab, nirwana, neraka, halhal gaib serta takdir; 2) yg berkaitan menggunakan peribadatan: beribadah kepada Allah, menunaikan banyak sekali kewajiban, bertakwa pada Allah, senantiasa berdzikir, beristigfar, bertawakal, serta membaca al-Quran; tiga) yg berhubungan dengan hubungan sosial: berteman dengan orang lain secara baik, senang memberi dan berbuat baik, bekerja sama, setia mitra dan kooperatif, menyuruh pada kebaikan dan melarang kepada kemunkaran, pemaaf, memperhatikan kepentingan orang lain serta menghindari perbuatan yg sia-sia; 4) yang herbi hubungan keluarga: selalu berbuat baik kepada kedua orang tua serta karib kerabat, berteman secara baik antara suami istri, menjaga famili dan menafkahinya; lima) Akhlak: bersabar, santun, amanah, adil, amanah, menunaikan janji, menjaga kehormatan diri, tawadlu, tegar pada kebenaran dan pada jalan Allah, mempunyai harga diri, bertenaga kemauan, mengontrol hawa nafsu, serta syahwat; 6) emosi dan perasaan: mencintai Allah, takut akan adzab Allah, berharap akan rahmat Allah, menyayangi orang lain, menunda amarah, mengontrol emosi marah, nir bertindak dzalim, tidak hasud, tidak ujub, berkasih sayang serta menyesal manakala berbuat dosa; 7) yg berkaitan dengan pemikiran: memikirkan kosmos dan kreasi Allah, menuntut ilmu pengetahuan, tidak memperturutkan prasangka serta mengabaikan kebenaran, mempelajari kebenaran, kebebasan berpikir dan berkeyakinan; 8) yg berkaitan dengan profesi: ikhlas dalam bekerja serta merampungkan pekerjaan, berusaha menggunakan tekun dan sungguh-benar-benar dalam mencari rezeki; dan 9) fisik: bertenaga, sehat, higienis, serta higienis. Gambaran manusia mukmin yg diterangkan al-Quran tadi adalah gambaran manusia paripurna yang pada batas-batas tertentu mungkin dapat dicapai sang manusia.

Kedua, kafir. Ciri-ciri menurut orang kafir yg diterangkan dalam al-Quran merupakan: 
1) yg berkaitan menggunakan akidah: nir beriman pada Allah, Rasul-rasul-Nya, dan kebangkitan dan hisab; 2) yang berkaitan dengan peribadatan: beribadah pada selain Allah; tiga) yg herbi sosial: zalim, tidak bersahabat terhadap orang mukmin, mencemoohkan orang-orang mukmin, selalu menyuruh kemungkaran, dan menghalangi-halangi kebaikan; 4) yang berhubungan dengan keluarga: bahagia memutuskan tali silaturrahmi; lima) yg berhubungan dengan akhlak: suka melanggar janji, durhaka, memperturutkan hawa nafsu dan syahwat, menipu, serta takabur; 6) yg herbi emosi dan perasaan: nir senang pada orang-orang mukmin, dengki, dan hasud atas segala yang dikaruniakan Allah kepada orang mukmin; serta 7) yang berkaitan menggunakan pemikiran: berpikir jumud, lemah dalam pemahaman dan pemikiran, hati mereka tertutup serta terkunci, taklid buta atas keyakinan-keyakinan serta tradisi-tradisi lelu-hur serta menipu diri sendiri.

Ketiga, munafik. Munafik adalah golongan orang yg berkepribadian sangat lemah serta bimbang. Mereka tidak bersikap tegas dalam keimanan. Ciri-ciri dari golongan munafik dalam al-Quran, yaitu: 1) yang berkaitan menggunakan akidah: tidak mempunyai perilaku yg jelas berkenaan dengan keyakinan tauhid; 2) yg berkaitan menggunakan peribadatan: menjalankan ibadah lantaran ria dan tanpa pendirian serta bermalas-malasan; tiga) yang berkaitan dengan interaksi sosial: selalu menyuruh pada kemungkaran dan melarang perbuatan baik, kerap menciptakan chaos dan rumor, senang menipu orang lain, bermanis ekspresi dan banyak bersumpah; 4) yang berkaitan menggunakan akhlak: kurang percaya diri, senang ingkar janji, ria, pengecut, pendusta, pelit, oportunis serta memperturutkan hawa nafsu; 5) yg berkaitan menggunakan emosi serta perasaan: penakut, selalu baik kepada mukmin maupun pada musyrik, takut mangkat serta nir bahagia kepada orang mukmin; serta 6) yg berkaitan dengan pemikiran: ragu-ragu, bimbang, tidak mampu menciptakan keputusan dan tidak sanggup berpikir jernih.

Comments