METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL DAN HUKUM

Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum 
Pemahaman serta interpretasi pelaku ekonomi terhadap merek yg berbeda-beda tadi lantaran adanya kepentingan yg berbeda. Produsen terkadang melanggar merek karena menginginkan keuntungan menggunakan cara yang melawan hukum. Contoh pelanggaran Honda oleh PT Tossa Sakti Motor Demikian pula konsumen yang menduga bahwa merek adalah kata yang dapat dimiliki oleh siapa saja. Sehingga sebuah sepeda motor dapat dipasang merek sepeda motor lainnya sinkron keinginannya.. 

Pelanggaran terhadap merek, selain ditentukan sang pemahaman yg galat jua dipengaruhi sang budaya aturan masyarakat. Masyarakat tidak memiliki budaya aturan sendiri. Dalam warga hukum yang baru terkadang tidak diterima atau ditolak. Penolakan atau tidak mendapat hukum berarti aturan nir dilaksanakan, sebagai akibatnya fungsi aturan nir efektif, yg pada akhirnya kesadaran aturan rakyat rendah,sebagai akibatnya terjadi delik.

Menurut UU No.19 th 1992 Jo UU No.14 tahun 1997 Jo UU No.15 Th. 2001, sistim kepemilikan hak atas merek adalah dengan cara mendaftarkan merek tadi di Kantor pendaftaran merek yaitu Kantor Direktorat Patent serta Hak Cipta (Sistim Konstitutif), sebagai akibatnya yg mempunyai hak atas merek merupakan pihak yg sudah mendaftarkan mereknya di Kantor Merek. 

Apabila terjadi pelanggaran hak atas merek, maka pemilik merek yg sah dapat mengajukan somasi ke Pengadilan, misalnya yg dilakukan oleh PT. Astra Honda Motor pada PT. Tossa Shakti Motor. Dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan dasarnya adalah Pasal 90 sampai menggunakan 95 UU No. 15 Tahun 2001 yaitu UU tentang Merek. Dari ketentuan Pasal 90 sampai menggunakan Pasal 95 UU No.15 Tahun 2001 di atas bisa dijelaskan bahwa barang siapa secara sengaja tanpa hak memakai tanda yang dilindungi tanda awal dapat dikenai sanksi : berupa pidana penjara serta pidana denda .

Penulis mengadakan penelitian tentang Pemahaman serta Interpretasi Pelaku Ekonomi terhadap Perlindungan Hak Atas Merek Kajian Hermeneutika, lantaran pemahaman serta interpretasi pelaku ekonomi bervariasi terhadap hak atas merek menjadi hak kekayaan intelektual yg harus dilindungi. Pihak yang melanggar Hak Atas Merek tidak tahu serta menafsirkan bahwa hak atas merek dilindungi sang undang-undang yaitu UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Kenyataan masih ada pelanggaran merek sepeda motor milik PT. Astra Honda Motor sang PT. Tossa Sakti motor. 

Fokus Studi
Pemahaman dan interpretasi pelaku ekonomi berbeda-beda dan budaya hukum warga bisa menimbulkan perkara hukum, yaitu bisa terjadinya pelanggaran merek. Padahal merek yang terdaftar mendapat perlindungan aturan baik secara preventif maupun represif yang diatur pada undang-undang Merek.. Perbedaan tersebut dipengaruhi sang budaya masyarakat, misalnya ; nilai kearifan lokal, nilai religius, dan nilai hukum.

Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan penelitian yg dapat dikemukakan merupakan menjadi berikut :
1. Bagaimana budaya hukum pelaku ekonomi terhadap Hak Atas Merek ?
2. Mengapa pemahaman dan interpretasi pelaku ekonomi terhadap pelanggaran Hak Atas Merek bervariasi ?
3. Bagaimana regulasi Hak Atas Merek yg melindungi kepentingan Pemegang Hak Atas Merek Terdaftar ?

Kerangka Pemikiran
1. Pemahaman serta Interpretasi atau Hermeneutika
Obyek kajian hermeneutika yg pertama merupakan berupa teks, lontar, atau ayat/wahyu Tuhan yang tertuang dalm kitab kudus. Pendapat ini sahih manakala hermeneutika dipresentasikan pada teologi kristiani melalui yang kuasa Hermes, Yahudi melalui dewa Toth, dalam mitologi Mesir melalui Nabi Musa, kalangan umat Islam melalui Nabi Idris. Mereka adalah penafsir ‘pesan, ayat dan wahyu Tuhan pada manusia”. Obyek kajian yg ke 2 berupa teks, naskah antik, dokumen resmi Negara atau konstitusi sebuah Negara. Pendapat ini sahih karena pada kehidupan Negara nir semuanya bisa dipahami sang rakyatnya. Maka dibutuhkan suatu forum buat menafsirkannya, sanggup forum Negara, badan hukum atau individu yang diberi wewenang serta tugas untuk itu. Obyek kajian hermeneutika yang ketiga adalah ‘insiden atau pemikiran’. Peristiwa atau output pemikiran insan bisa dipakai sebagai alat bukti atau sumber hukum. Dari obyek kajian pada atas maka obyek kajian heremeneutika dalam penelitian ini lebih menitik beratkan kepada hermeneutika hukum dokumen resmi negara yaitu merek yang terdapat dalam UU No. 15 Tahun 2001.

Paul Ricoeur, memadukan antara hermeneutika ilmu (metodologi) menggunakan fenomenologi sebagai filsafat (ontology) Tujuannya merupakan berbagi sebuah hermeneutika yang metodologis sekaligus ontologis.

Hermeneutika yang dikemukakan sang Paul Ricoeur bertujuan menghilangkan misteri yg masih ada pada simbol, membuka makna yg sesungguhnya, sehingga mengurangi simbol yang beraneka ragam. Langkah pemahamannya dari Ricoeur adalah : Pertama langkah simbolik atau pemahaman berdasarkan simbol ke simbol. Kedua anugerah makna symbol serta penggalian yang cermat atas makna, Ketiga langkah filosofis, yaitu berfikir menggunakan memakai simbol sebagai titik tolaknya.

Menurut Gadamer hermeneutika pada awalnya di bawah impak ide ilmu hukum. Seperti dalam kodifikasi Yustianus (Corpus Iuris Iustinani), pada abad ke-enam. Hal itu timbul karena kebutuhan dalam suatu metode membuat teks-teks yuridikal, yang berlaku menurut suatu periode historical terdahulu lewat interpretasi. Selanjutnya hermeneutika dijadikan sebagai penafsiran teks yang dapat menginterpretasi konduite insan. ‘Titik tolak dari hermeneutika adalah kehidupan manusia dan produk kulturalnya (Teks yuridikal)’. Menurut Gadamer hermeneutika merupakan bagian dari seluruh pengalaman manusia mengenai dunia. 

Hermeneutika dalam penelitian ini merupakan penafsiran serta pemahaman teks yang terdapat pada Undang-Undang Merek No. 15 tahun 2001 tentang pelanggaran Hak Atas Merek. Bentuk pelanggaran tersebut adalah sebuah teks yg terdapat dalam Undang-Undang Merek. Oleh karenanya perlu adanya penafsiran terhadap teks tersebut. Hermeneutika bertujuan menghilangkan misteri yg masih ada pada simbol dengan cara membuka selubung-selubung yang menutupinya. Hermeneutika dapat membuka makna yg sesungguhnya, sehingga bisa mengurangi keanekaragaman makna dari simbol-simbol. 

2. Pelaku Ekonomi
Kegiatan ekonomi akan dapat berlangsung bila terdapat ‘pihak yang menjalankan aktivitas ekonomi’, yaitu pelaku ekonomi. Tanpa pelaku ekonomi maka kegiatan ekonomi tidak mungkin dapat berjalan. Oleh karenanya pelaku ekonomi sangat krusial dalam aktivitas ekonomi. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa pelaku ekonomi bisa produsen, dan konsumen. 

3. Budaya Hukum
Budaya aturan atau kultur hukum adalah keliru satu unsur menurut sistem hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, budaya hukum adalah nilai-nilai serta perilaku warga yg bisa mensugesti kerjanya hukum. 

Menurut Lawrence Friedman budaya hukum dibedakan sebagai 2 macam. Pertama ‘internal sah culture, yakni kultur hukumnya para lawyer’s dan judged’s serta external sah culture, yakni kultur aturan warga pada umumnya. Semua kekuatan sosial akan mempengaruhi bekerjanya hukum pada masyarakat. Sikap rakyat, keliru satunya nir melaksanakan produk hukum lantaran masyarakat memiliki budaya hukum sendiri. Hukum menjadi sistem nilai dalam rakyat kadang dipatuhi kadang tidak dipatuhi. Dalam suatu komunitas hukum kadang-kadang tidak selalu dipatuhi. 

Hubungan antara hukum dan warga , diungkapkan oleh H.L.A Hart, yg memperkenalkan tipe rakyat yaitu primary rules of obligation dan secundary rules of obligation. Dalam tipe mayarakat primary (sederhana, mini ) tidak dijumpai peraturan yg jelas dan resmi. Tidak dijumpai adanya diferensiasi serta spesialisasi badan-badan penegak hukum. Lantaran komunitasnya kecil dan berdasarkan hubungan. Kontrol sosial bagi rakyat ini telah dapat berjalan efektif. Oleh karenanya tidak perlu peraturan yang terperinci serta resmi seperti undang-undang . 

Budaya hukum menempati posisi yang strategis dalam memilih pilihan perilaku dalam menerima hukum atau justru kebalikannya (menolak). Oleh karena itu suatu peraturan aturan akan diterima menjadi aturan bila benar-benar diterima dan dipakai buat rakyat, dipengaruhi oleh budaya hukum rakyat yang bersangkutan. Jadi budaya hukum masyarakat akan mempengaruhi efektifitas aturan dalam masyarakat..

Kasus pelanggaran merek yg terjadi pada Indonesia sangat ditentukan oleh sikap serta pandangan masyarakat serta budaya hukum terutama para pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi tidak sama budaya hukumnya. Pelaku ekonomi yg memiliki perilaku dan pandangan yg maju serta mempunyai budaya hukum (pencerahan hukumnya baik), sehingga tidak akan melakukan pelanggaran hukum . Di lain pihak bagi pelaku ekonomi yg budaya hukumnya kurang baik akan melakukan delik.

Paradigma
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah ‘Paradigma Deskriptif Analitis., paradigma yg menggambarakan atau menganalisis bahwa ilmu sosial menjadi analisis sistematis atau Social meaningful action’ melalui pengamatan pribadi terhadap aktor sosial pada setting yang alamiah, agar dapat tahu serta menafsirkan bagaimana aktor sosial mencipta dan memelihara dunia sosial. Paradigma naratif analitis secara ontologis menyatakan bahwa realitas itu terdapat pada majemuk bentuk fenomena sosial yang berdasarkan pada pengalaman sosial, bersifat lokal dan khusus dan tergantung pada pihak yg melakukannya. Karena itu realitas yang diamati nir dapat di-generalisasikan. Sehingga secara epistemologis antara pengamat dengan obyek yg diamati adalah satu kesatuan, subyektif serta merupakan deretan antara keduanya. Secara metodologis kerangka berpikir deskriptif analitis menerapkan metode hermeneutika dan dialektif dalam proses mencapai kebenaran. 

Dalam kegiatan ekonomi terjadi interaksi antara pembuat menggunakan podusen, pembuat dengan konsumen, konsumen menggunakan konsumen. Hubungan tadi adalah realitas yg terjadi pada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik dan tergantung dalam pihak yg melakukannya.. 

Pendekatan
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, maka metode pendekatan yg dipakai adalah metode Socio Legal. Penggunaan metode ini dimasudkan buat memahami keterkaitan antara hukum, budaya, nilai filosofis, nilai religius menggunakan realitas rakyat. 

Digunakan pendekatan ini karena hukum tidak hanya dicermati sebagai peraturan atau kaidah-kaidah saja, namun mencakup bagaimana bekerjanya aturan pada masyarakat serta bagaimana aturan beriteraksi dengan lingkungan dimana hukum diberlakukan. Dengan UU Merek (UU No. 15 Tahun 2001) memberi pemahaman serta penafsiran kepada pelaku ekonomi terhadap pelanggaran Hak Atas Merek. Perlindungan Hak Atas Merek perlu diberikan pada pemilik Merek terdaftar menjadi bentuk proteksi aturan.

Jenis Penelitian
Jenis pada penelitian ini merupakan Socio Legal , lantaran hukum dipahami dan ditafsirkan sebagai makna secara subyektif. Dimana setiap subyek hukum bhineka pemahaman dan penafsirannya. Penelitian ini adalah menggam-barkan bagaimana pemahaman serta penafsiran dari pelaku ekonomi terhadap pelanggaran Merek, yang adalah realitas serta kenyataan sosial yang menjadi utama dilema tanpa melakukan hipotesa dan perhitungan statistik. Informasi, realitas sosial yg terdapat, pemahaman serta penafsiran secara subyektif berdasarkan pelaku ekonomi terhadap pelanggaran Hak Atas Merek.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dipilih secara purposive, yaitu dilaksanakan di Kota Semarang. Kota Semarang menjadi kota pemilihan wilayah penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Kota Semarang merupakan Ibukota Propinsi Jawa Tengah dan Pusat Kegiatan perdagangan yang potensial bagi perusahaan pada negeri juga perusahaan luar negeri.

Informan
Dalam memilih informan memakai puprposive menggunakan mengikuti ‘Snow Ball, sampai mencapai titik-titik kejenuhan pada arti kelengkapan serta validasi cukup untuk kepentingan analisis. 

Peneliti menentukan informan kunci terlebih dahulu menjadi pembuka jalan buat menunjuk orang lain yg bisa memeberikan informasi yang berkaitan menggunakan perkara serta tujuan penulisan. Pemilihan informan sesuai kebutuhan.

Informan pada penelitian ini merupakan menjadi berikut :
a. Pembuat serta Konsumen Sepeda Motor Merek Honda dan Tossa
b. Pakar Merek menurut Universitas Diponegaoro Semarang
c. Hakim Pengadilan Niaga Semarang

Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini merupakan :
a. Instrumen primer adalah peneliti sendiri
b. Instrumen pembantu adalah buku catatan, alat perekam

Data
Data yg digunakan dalam penelitian ini merupakan data utama serta data sekunder. Data primer merupakan data yg langsung diperoleh berdasarkan sumber perta-ma, dan data sekunder adalah data yang diperoleh dari asal kepustakaan.

Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data dipakai teknik wawancara terarah serta mendalam, studi dokumentasi, serta observasi. Penggunaan teknik pengumpulan data tersebut dilakukan secara bersama-sama dalam rangka memperoleh data yg lengkap. Apabila ada kesulitan dilakukan dengan teknik wawancara sanggup dilakukan dengan observasi terlibat. Sebaliknya hal-hal yang nir diperoleh menggunakan observasi dipakai wawancara atau dengan studi dokumentasi. Dan jika tidak dapat diperoleh dengan studi dokumentasi maka mampu diperoleh dengan wawancara atau observasi. 

Analisis Data dan Validitas data
Data dianalisis dengan menggunakan Triangulasi data, yaitu teknik inspeksi data yg memanfaatkan data yang lain yg sesuai di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yg diperoleh. Menurut Sudarwan Danim adalah ‘melakukan pengumpulan data buat membuka peluang buat menguji bagaimana insiden dialami oleh gerombolan yang tidak sama berdasarkan orang-orang yang tidak sama serta pada ketika yang tidak selaras pula’.

Tujuan triangulasi merupakan mengecek kebenaran data tertentu menggunakan memban-dingkan menggunakan data yang diperoleh berdasarkan asal lain, dalam aneka macam fase penelitian lapangan, dalam saat yang berlainan, dan menggunakan memakai metode yang berlainan. Triangulasi tidak sekedar menilai kebenaran data, tetapi pula menilik validitas data itu, oleh karena itu triangulasi bersifat reflektif.

Dengan prinsip Snow balling, maka pilihan sumber informasi dalam perolehan data berakhir jika tidak ada lagi indikasi ada kabar baru. 

Validitas data. Data yg terkumpul dilakukan pengecekan dengan Triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu lain pada luar data buat keperluan pengecekan atau menjadi pembanding. Teknik triangulasi yang dipakai merupakan triangulasi asal, Patton dalam Qualitative Data Analysis : A Sourcebook of New Methods, sebagaimana yg dikutip sang Lexi Moleong yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu berita yg diperoleh melalui saat serta indera yang tidak sinkron pada metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai menggunakan jalan :
►membandingkan data output pengamatan menggunakan wawancara
►membandingkan apa yang dikatakan orang pada depan umum dengan apa yang dikatakan secara langsung.
►membandingkan apa yg dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian menggunakan apa yang dikatakan orang sepanjang waktu
►membandingkan keadaan dan perspektif seorang menggunakan aneka macam pendapat serta pandangan orang seperti masyarakat biasa, orang yang berpendidikan menengah, tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
►membandingkan output wawancara menggunakan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Dengan penggunaan triangulasi sumber, diperlukan fakta yang diperoleh dapat dicross cek, sebagai akibatnya akurasinya bisa diuji.

Dengan melakukan analisis budaya, model pada metode analisis data dalam penelitian ini merupakan contoh interaktif yg meliputi empat tahap pengumpulan data, tahab reduksi data, tahab pengujian data dam pembuktian atau penarikan kesimpulan. Proses tadi bisa digambarkan sbb:


Merek Kajian Hermeneutik
Merek merupakan kata yang terdapat pada depan dan merek dapat digunakan siapa saja
Hermeneutik yg dimaksud pada sini merupakan heremeneutik hukum yaitu pemahaman serta penafsiran terhadap aturan atau Undang-Undang Merek. Menurut Pasal 1 UU UU No.15 Th. 2001 huruf a) Merek merupakan pertanda yang berupa gambar, nama, istilah, huruf nomor -nomor , susunan rona, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang mempunyai daya pembeda dan digunakan pada global perdagangan barang atau jasa. Pengertian tersebut bisa dijelaskan bahwa merek adalah suatu indikasi pengenal suatu barang, yang bisa digunakan buat membedakan suatu produk dengan produk lain yg homogen. Dengan demikian konsumen dapat membedakan merek yang satu dengan yg lain terhadap suatu produk barang atau jasa. Dengan merek warga bisa menentukan, mana barang atau jasa yg diinginkan. 

Merek pada kajian hermeneutik pada penelitian ini merupakan merek berdasarkan pemahaman serta penafsiran pelaku ekonomi. Menurut penghasil merek merupakan tanda pengenal yang berupa istilah yang masih ada di depan., sedang kata yg pelengkap yang terdapat pada belakang bukanlah merek. Pandangan ini dikemukakan sang penghasil yaitu PT Tossa Sakti Motor yg diklaim merek adalah Honda karena pada deapan sedang istilah Supra X dan Krisma, bukanlah merek lantaran ada dibelakang. Atas dasar pemahaman tersebut maka PT Tossa Sakti Motor memproduksi sepeda motor Tossa Supra X serta Tossa Krisma yg menurutnya bukan pelanggaran merek. Hal inilah yg sebagai sumber masalahnya, disamping terdapat etiket yang tidak baik yaitu buat memperoleh keuntungan yang akbar. 

Penafsiran serta pemahaman yang galat serta adanya kepentingan yaitu memperoleh laba yg akbar serta budaya hukum masyarakat, terutama kesadaran hukumnya yg kurang baik maka pelanggaran merek dapat terjadi. Sebagai contoh merupakan PT Tossa Sakti Motor yg pencerahan hukumnya kurang. Lantaran dengan sengaja memproduksi sepeda motor yg mirip dengan merek sepeda motor lainnya yang memiliki Hak Merek, yaitu Honda. PT. Tossa Sakti sebagai Perusahaan harusnya mematuhi perturan perundang-undangan yg berlaku yaitu Undang-Undang Merek. Memproduksi barang yang sama secara keseluruhan atau sebagin merupakan suatu palanggaran merek. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukumnya adalah kurang bahkan tidak baik, lantaran dilakukan secara sengaja, walaupun memakai dalih bahwa merek merupakan istilah yang di depan.. Padahal merek adalah reputasi serta hak atas merek pada memperolehnya perlu didaftarkan pada Kantor Depertemen Hukum serta Ham melalui Dirjen HAKI. 

Permasalahan pelanggaran dan perlindungan hukum terhadap merek bukanlah kasus baru. Konvensi Paris, melalui amandemennya pada konferensi Den Haag tahun 1925 telah memasukkan 6 bis yg ditujukan untuk menaruh perlindungan hukum merek terkenal. Di Indonesia merek menerima proteksi secara preventif serta represif yg diatur dalam undang-undang Merek, namun dalam praktik pelanggaran merek tetap saja berlangsung. Misalnya pelanggaran merek sepeda motor oleh PT. Tossa Motor terhadap PT. Astra Honda Motor. Yaitu merek Supra X serta Krisma

Pelanggaran merek jua disebabkan oleh penafsiran konsumen yg golongan ekonomi dan taraf pendidikannya rendah. Pendidikan akan menghipnotis pola pikir warga . Dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin tinggi daya pikirnya. Pelanggaran yg dilakukan konsumen karena konsumen berprndidikan rendah. Konsumen tidak memahami bahwa merek merupakan Hak Milik Intelektual yang dilindungi aturan. Konsumen tidak menyadari bahwa jika menggunakan merek merupakan suatu pelanggaran, yg bisa dikenai sanksi hukum yang berupa pidana ataupun hukuman. Lantaran nir paham maka tingkat kesadaran hukumnya rendah. 

Perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Merek selain pasal tadi di atas (Pasal 5 serta 6 UU Merek) adalah pasal Ketentuan Pidana pada, Pasal 90, 91, 92, 93 UU No. 15 Tahun 2001. Jika ada orang atau badan aturan melakukan pelanggaran merek akan dikenai pidana penjara dan / atau denda . Contoh bila melanggar Pasal 91 UU Merek. Barang siapa menggunakan sengaja serta tanpa hak memakai merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain buat barang dan atau jasa homogen yg diproduksi serta atau diperdagangkan dipidana penjara paling usang 4 (empat) tahun dan / atau hukuman paling poly Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)

Pelanggaran Hak Atas Merek 
Pelanggaran merek yg dilakukan sang pelaku ekonomi disebabkan oleh penafsiran yg bervariasi. Seperti sudah dijelaskan pada aatas bahwa merek merupakan sebuah istilah yang setiap orang sanggup menggunakannya. Produsen menjadi pelaku ekonomi melakukan pelanggaran karena terdapat kepentingan buat memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Pelanggaran yang dilakukan adalah memakai merek sebagian dari merek pihak lain tanpa hak. Dengan asa produknya laris sehingga laba yg bisa diperoleh. Hal tersebut bertentangan dengan aturan Merek, seperti ketentuan dalam pasal. Pasal 91 UU Merek “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memakai merek yg sama pada pokoknya menggunakan Merek terdaftar milik pihak lain buat barang serta atau jasa homogen yang diproduksi dan atau diperdagangkan dipidana penjara paling usang 4 (empat) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah). Pelanggaran merek ini terjadai karena produsen ingin memperoleh keuntungan tetapi cara yg dilakukan adalah merugikan pihak lain. Pelanggaran merek yang dilakukan oleh PT. Tossa Sakti Motor juiga ditimbulkan sang penafsiran yg yg keliru bahwa merek merupakan istilah yg terdapat di ‘depan dan istilah dibelakangnya bukanlah merek, misalnya Honda Supra X mereknya merupakan Honda. Kata Supra X bukanlah merek, sebagai akibatnya dipakai dalam memperoduksi sepeda motor menggunakan merek Tossa Supra X.

Konsumen sangat mempengaruhi pembuat yang mempunyai etiket tidak baik. Penghasil akan memproduksi barang yg dengan harga murah buat memenuhi kebutuhan masyarakat yg kekuatan ekonominya lemah. Terjadinya pelanggaran merek bisa ditimbulkan oleh konduite konsumen. Masayarakat yg tingkat pendidikan rendah daya pikirnya rendah dan kurang tahu tentang merek. Hal ini memicu terjadinya pelanggaran merek. Pemahaman tentang merek adalah sebuah istilah yang mana siapa saja bisa menggunakannya. Konsumen bisa merubah rona, goresan pena, atau simbol suatu merek sesuai keinginnnya. Motor Tossa sanggup dirubah dengan stiker milik Honda supaya kelihatan seperti Honda. Apa yg dilakukan merupakan sebuah pelanggaran merek, yang menurut ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 Undang-undang mengenai Merek adalah pelanggaran merek. Bagi yg melakukan pelanggaran merek dapat dikenakan hukuman pidana denda serta penjara seperti diatur pada Pasal 90 hingga menggunakan Pasal 95 UU No. 15 Tahun 2001. 

Kasus yang terjadi yaitu pelanggaran merek sepeda motor merek Supra X serta Krisma merupakan menggunakan merek yg sama dalam pokoknya. Karena sepeda motor tadi hampir sama dalam pokoknya dengan merek Honda Supra X serta Honda Karisma.

Makna Hukum Merek Bagi Pelaku Ekonomi 
Makna Hukum Merek bagi Produsen
Hukum merek sangat bermakna bagi produsen, lantaran dapat diajidkan alat buat melindungi haknya. Merek mempunyai arti penting pada suksesnya pemasaran. Sukses pemasaran akan mempengaruhi kemajuan perusahaan, yaitu bisa maju serta meningkat. Dengan merek populer maka akan terjamin kesuksesannya, misalnya apa yang dikemukakan sang Insan Budi Maulana, bahwa merek merupakan dianggap roh bagi suatu produk barang, merek sebagai pertanda pengenal dan indikasi pembeda menggambarkan agunan kepribadian dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya. Merek sebagai roh artinya merek manjadi bagian penting dari suatu produk..

Bagi pembuat merek dipakai sebagai agunan kualitas produksi. Tidak mampu dibayangkan bahwa suatu produk tanpa merek, maka produk tersebut nir akan dikenal sang konsumen dan warga luas. Dengan merek suatu produk akan dikenal oleh masyarakat menjadi konsumen. Jika konsumen sudah mengenal suatu produk dengan suatu merek terlebih mutunya baik dan memuaskan, maka merek tadi akan menjadi merek populer. 

Makna Hukum Merek bagi Konsumen
Bagi konsumen merek adalah pilihan yang terdapat yg akan dibeli. Dengan merek konsumen dapat menentukan suatu produk yg dinginkan sinkron dengan selera serta kemampuannya. Dalam pasar banyak produk dengan berbagai merek. Konsumen bisa memilih barang yang diinginkan, sinkron menggunakan kesukaan serta kemampuannya. Contoh banyak produk sepeda motor dengan aneka macam merek. Konsumen bisa memilih produk mana menggunakan merek apa sinkron yang diinginkan.. Di sini merek sebagai pilihan yang dicari oleh konsumen. 

Regulasi Hak Atas Merek yang melindungi Kepentingan Pemegang Merek 
Hak atas merek merupakan Hak Kekayaan Intelektual yg wajib dilindungi.. Dengan adanya proteksi maka kepentingan pemegang hak merek juga dilindungi. Dalam kenyataannya proteksi terhadap Hak Atas Merek belum baik terbukti masih masih ada pelanggaran merek, karena dalam undang-undang tersebuut masih banyak celah yg bisa mempengaruhi timbulnya pelanggaran merek. Oleh karena itu Undang-Undang perlu diregulasi. Dengan regulasi dibutuhkan Hak Atas Merek terdaftar terlindungi menggunakan baik. Regulasinya merupakan terhadap pasal-pasal yg herbi proteksi Hak Atas Merek.

Comments