Manusia memiliki cara serta rasa yg tidak sama beda dalam menikmati karya seni. Orang misalnya saya, jika disuruh menikmati karya lukis misalnya Monalisa, gak akan ketemu keindahannya. Demikian jua menggunakan kaligrafi. Tidak semua orang bisa menikmati Kaligrafi, menggunakan cara yang sama dengan cara aku menikmati kaligrafi. Menurut aku latif, berdasarkan orang lain belum tentu, begitu pula sebaliknya.
Ummat Islam memang menyukai kaligrafi. Sebisa mungkin dirumahnya dipasang satu atau dua pigura kaligrafi. Hanya saja, kebanyakan warga , melihat kaligrafi tidak misalnya apa yg ditinjau oleh artis kaligrafi. Bagi warga , berasal melihat tulisan bertumpuk tumpuk dan warna warni, maka dibeli sebagai hiasan. Ada beberapa pengalaman tentang hal ini :
Download Juz 'Amma goresan pena Muhammad Ozcay
Pertama, Saya pernah mengarahkan orang buat membeli kaligrafi grafir cermin yang sangat latif -dari aku - seharga Rp. 750.000, tapi dia menolak karena nir ada warnanya. Belakangan saya ketahui beliau membeli kaligrafi lem tembak dengan perada emas seharga 1,lima juta. Tidak kasus karena itu hak dia. Namun yg menciptakan saya kepikiran merupakan, kaligrafi lem tembak itu bahkan nir berbentuk kaligrafi. Hanya lelehan lelehan lem yang diatur bertumpuk tumpuk. Menurut mereka latif, dari saya nir.
Kedua, kebanyakan kitab kaligrafi yg tersebar dipasaran kini ini telah mengalami editing yg sangat menghambat. Bentuknya sebagai nir proporsi, ditarik ulur menggunakan semena mena menyesuaikan ruang rapikan letak kitab . Yang masih benar sahih murni merupakan karya Misbahul Munir dan tentu saja karya Sirajuddin Ar. Ini pertanda, tim editing bukunya memandang indahnya kaligrafi ya misalnya itu.
Ketiga, saya mendapati sejumlah percetakan menggunkan software instant, yang sanggup membuahkan goresan pena biasa menjadi karya kaligrafi dalam aneka macam bentuk. Tinggal dicopy tulisannya, kemudian dimasukkan kedalam shape yang diinginkan maka jadilah kaligrafi. Tetapi hasilnya......menurut saya sangat mengerikan. Tebal tipis gak karu karuan. Tapi tetap adalah karya yg latif dari mereka.
Keempat, sebagaimana diceritakan sang Sirajuddin Ar, pada sebuah ruang pameran kaligrafi Festifal Istiqlal, delegasi delegasi berdasarkan Turki "mencela" kaligrafi yang dipamerkan. Kata mereka hadza laisa bil-khat (ini bukan khat).. Lantaran yang dilihatnya merupakan karya artis Indonesia, yg tidak sama menggunakan karya nenek moyang mereka pada Turki.
Ya tidak apa apa sih...semua orang boleh ambil bagian pada menyayangi kaligrafi, serta menikmatinya menggunakan caranya sendiri.
Hanya saja, aku menyarankan kepada siapa saja, untuk "mencoba" menulis kaligrafi dengan meniru model yang terdapat. Rasakanlah kesulitannya.... Serta nikmatilah goresannya. Dari situ umumnya pandanganmu terhadap indahnya kaligrafi akan berubah.
Mencoba adalah awal menurut penghormatan