REVITALISASI AGRIBISNIS BERBASIS SAINS TEKNOLOGI DAN REKAYASA
REVITALISASI AGRIBISNIS BERBASIS SAINS, TEKNOLOGI DAN REKAYASA
Sebagai akibat dari impak krisis ekonomi Amerika Serikat yg dimulai tahun 2008, banyak negara di aneka macam belahan dunia yg mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Hal yg menggembirakan adalah, pada kembali krisis pangan, enerji dan finansial, Indonesia ternyata termasuk ke pada sedikit negara yang masih memiliki pertumbuhan ekonomi positif selama tahun 2009 bersama India serta Cina. Secara sekilas syarat tadi seolah-olah menyiratkan baiknya syarat pembangunan ekonomi pada Indonesia serta menggunakan struktur ekonomi yang cukup kuat. Walaupun demikian, tanggapan banyak pakar yg menyatakan bahwa masih banyak sekali pertarungan ekonomi yg diperlukan buat memperkuat struktur ekonomi serta kesejahteraan dan masih rentannya ekonomi Indonesia terhadap kemungkinan timbulnya balik krisis ekonomi pada masa mendatang, juga impak ekspansi perekonomian global setelah pulih berdasarkan krisis, memberitahuakn bahwa landasan pertumbuhan dan kualitas ekonomi Indonesia waktu ini masih lemah.
Kondisi lemah dan rapuhnya landasan pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan Basri (2009), dapat dipandang dari menurunnya porsi investasi menjadi asal pertumbuhan, besarnya potensi gelembung sektor keuangan serta penggunaan dana asing buat menutup defisit aturan. Di lain pihak, kondisi rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi ketika ini ditunjukkan oleh pertumbuhan sektor yang tidak diperdagangkan (untradable) (seperti konstruksi; komunikasi; perdagangan serta keuangan) yang lebih lebih banyak didominasi dari sektor yang bisa diperdagangkan (tradable), seperti produksi pertanian, dan pertambangan serta manufaktur. Jika syarat tadi terus berlanjut, maka rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada semakin sulitnya upaya pengentasan kemiskinan warga serta penurunan tingkat pengangguran, dan terjadinya pembengkakan sektor informal dan semakin lebarnya kesenjangan rakyat.
Walaupun demikian, pada lima tahun mendatang, menggunakan struktur pemerintah serta kepemimpinan negara yang baru, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai tujuh %, pengangguran terbuka berkurang berdasarkan 8,1 persen menjadi 5-6 persen serta penurunan jumlah penduduk miskin dari 14 % menjadi 8-10 % (Suhartono, 2009). Dengan syarat pertumbuhan ekonomi waktu ini yang berkisar dalam rentang 4,tiga persen, maka dibutuhkan upaya keras menurut pemerintah buat mewujudkan sasaran tersebut, terutama dalam peningkatan kinerja sektor riil yang galat satunya masih ada dalam pembangunan agribisnis.
Bagi Indonesia, peningkatan kinerja agribisnis, atau dalam paradigma lama kinerja sektor pertanian, nir tanggal menurut acara pembangunan ekonomi. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa sector yg paling besar kontribusinya pada penurunan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian pada menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, dengan rincian 74% pada perdesaan serta 55% pada perkotaan (Munif, 2009). Sektor pertanian masih permanen berperan akbar pada pembangunan ekonomi Indonesia melalui sumbangan pribadi pada pembentukan PDB, penyerapan energi kerja, peningkatan pendapatan warga , penyediaan asal pangan dan bahan baku industri atau biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi pada pedesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan nir langsung melalui penciptaan kondisi aman bagi aplikasi pembangunan dan hubungan sinergis menggunakan sektor lain. Oleh karenanya, dalam revitalisasi pembangunan ekonomi nasional, pembangunan agribisnis (termasuk perkebunan, peternakan, perikanan, serta kehutanan) harus diintegrasikan menggunakan pembangunan industri hulu serta hilir serta sektor-sektor jasa yang terkait di dalamnya (Saragih, 2001; Gumbira-Sa’id serta Intan, 2004).
KINERJA PEMBANGUNAN AGRIBISNIS PERIODE TAHUN 2004 – 2009
Kinerja pembangunan agribisnis periode tahun 2004 – 2009 bisa dapat dikaji menurut produksi hasil pertanian serta kecukupan pasokannya, dan kondisi ekspor impor komoditas pertanian strategis dan primer Indonesia.
No Komoditas Keterangan 1 Padi (Beras) Produksi Terdapat peningkatan produksi padi setiap tahunnya secara konsisten menggunakan persentase homogen-homogen peningkatan pertahun mencapai tiga.6%. Produksi gabah tahun 2009 mencapai 63.8 juta ton GKG (BPS, 2009). Kecukupan kebutuhan domestik Produksi padi nasional tahun 2009 dapat mencukupi kebutuhan konsumsi nasional sehingga pada tahun 2009 impor beras tidak dilakukan. Dua Jagung Produksi Produksi jagung meningkat 14.32% per tahun berdasarkan 11.23 juta ton jagung pipilan kering tahun 2004 menjadi 17.65 juta ton pada tahun 2009 (BPS, 2009). Kecukupan kebutuhan domestik Tingkat pertumbuhan konsumsi jagung pada negeri yg tinggi mengakibatkan swasembada jagung yang ditargetkan pada tahun 2007 belum tercapai, walaupun masih ada peningkatan jumlah produksi maupun produktivitas. Tetapi demikian, membaiknya tingkat produksi jagung nasional dapat membantu mengurangi ketergantungan sektor peternakan terhadap pakan impor. 3 Kedelai Produksi Rata-rata peningkatan produksi kedelai pertahun selama periode 2004-2009 adalah 6.72%. Pada tahun 2004 didapatkan 723.8 juta ton biji kering serta pada tahun 2009 menghasilan sebesar 966 juta ton biji kemarau (BPS, 2009). Walaupun masih ada peningkatan produksi kedelai nasional, tetapi jumlah produksi baru bisa mencukupi lebih kurang 35% kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri. Kecukupan kebutuhan domestik Kebutuhan kedelai terus semakin tinggi menurut 2,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton dalam tahun 2025. Kebutuhan kedelai untuk industri memahami dan tempe mencapai 1,78 juta ton, atau 88% berdasarkan total kebutuhan nasional. Industri lainnya membutuhkan kedelai sebesar 12% dari total kebutuhan nasional. Kedelai pula diperlukan menjadi bahan standar industri tepung, pangan olahan, dan pati.
Upaya peningkatan produksi kedelai sebanyak 15% melalui acara peningkatan produktivitas serta ekspansi areal tanam hingga 2014 diproyeksikan masih belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan kedelai nasional. Bila proyeksi tersebut terwujud, dalam tahun 2014, masih dibutuhkan impor kedelai lebih kurang 8.57% berdasarkan kebutuhan nasional (Deptan, 2004). 4 Gula Produksi Terdapat pertumbuhan produksi gula rata-rata 7.6% per tahun sejak 2004 sampai 2009. Tahun 2009 ditargetkan sebagai tahun swasembada gula konsumsi warga . Namun hingga akhir tahun 2009 diperkirakan jumlah produksi gula hanya mencapai dua.73-dua.75 juta ton, atau lebih rendah dari sasaran yg ditetapkan tiga juta ton (BPS pada Kompas, 2009). Kecukupan kebutuhan domestik Konsumsi gula nasional mencapai dua.76 juta ton per tahun dengan taraf konsumsi gula per kapita mencapai 12 kg pertahun. Di lain pihak konsumsi gula industri diperkirakan sekitar dua,15 juta ton, terdiri menurut 1,1 juta ton untuk industri akbar serta 1,05 juta ton buat industri kecil dan usaha kecil menengah (UKM). Total konsumsi gula pada Indonesia diperkirakan 4,85 juta ton atau lebih (Deptan, 2005). Jumlah produksi gula pada negeri belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan gula pada negeri. Kondisi ekspor impor Dengan jumlah konsumsi yang lebih tinggi menurut produksi dalam tahun 2009. Impor gula untuk konsumsi warga kurang lebih 220.000 ton akan diharapkan dalam akhir tahun 2009 atau athun baru 2000 (BPS dalam Kompas, 2009). Lima Kelapa Sawit Produksi Selama periode 2004-2008 produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan rata-homogen 12.lima% per tahun. Pada tahun 2008 produksi CPO Indonesia berjumlah 18 juta ton, lebih banyak 1.3 juta ton menurut Malaysia. Pangsa atau kontribusi produksi CPO Indonesia kini telah mencapai 44,3 persen menurut total produksi CPO dunia, lebih tinggi menurut 41,dua % yg merupakan pangsa pasar CPO Malaysia (GAPKI (2008) dalam Dewan Ketahanan Pangan, (2009)). Kecukupan kebutuhan domestik Konsumsi minyak sawit domestik diperkirakan kurang lebih 50%-60% menurut produksi dan penggunaannya sebagian akbar buat pangan (80%-85%), sedangkan buat industri oleokimia nisbi masih kecil (15%-20%). Menurut perkiraan, pertumbuhan konsumsi minyak sawit dalam negeri merupakan lebih kurang 11,lima %/tahun. Pertumbuhan konsumsi buat oleopangan merupakan 12%, lebih besar dibandingkan pertumbuhan konsumsi buat oleokimia (10%) (Deptan, 2005). Kondisi ekspor impor Indonesia adalah negara net-exporter minyak sawit, tetapi pada keadaan mendesak Indonesia pula mengimpor minyak sawit. Impor itersebut umumnya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana terjadi rush export dari Indonesia.
Malaysia adalah pesaing utama Indonesia dan umumnya CPO berasal Malaysia lebih kompetitif lantaran antara lain, mutu yang lebih baik serta adanya kemudahan-kemudahan yang didapat Malaysia berdasarkan negara pengimpor yang tidak didapat oleh Indonesia. 6 Karet Produksi Produksi karet alam nisbi stabil yaitu antara 2.3-dua.lima juta ton per tahun. Faktor rendahnya produktivitas flora karet serta harga karet di pasar dunia menjadi faktor yang menghipnotis fluktuasi jumlah produksi karet alam Indonesia (Deptan, 2005). Kecukupan kebutuhan domestik Sekitar 7-10% karet alam yg dihasilkan Indonesia digunakan buat kebutuhan industri pada negeri (Deptan, 2005).
Rendahnya tingkat konsumsi karet alam domestik diakibatkan belum belum berkembangnya industri hilir berbasis karet alam. Hal tadi menyebabkan perolehan nilai tambah komoditi karet masih nisbi rendah. Kondisi ekspor impor Volume impor karet alam ke Indonesia nisbi sangat mini , dan terbatas dalam bentuk lateks pekat yg dibutuhkan oleh industri barang jadi lateks dalam negeri. Sementara itu volume ekspor karet alam mencapai lebih berdasarkan 90% berdasarkan total produksi karet nasional menggunakan negara tujuan utama USA, China, Singapura, Jepang serta Jerman. Kondisi ekspor karet alam Indonesia sangat dipengaruhi harga minyak bumi, syarat pertumbuhan ekonomi dunia terutama negara maju. Ekspor karet alam Indonesia pada than 2010 diperkirakan mampu mencapai nilai Rp 5 milyar dollar Alaihi Salam (BPS dalam Kompas, 2009). 7 Daging ternak sapi Produksi Selama periode 2003-2007 terdapat peningkatan populasi sapi pedaging 2% per tahun dan produksi daging sapi tiga.9% per tahun (Ditjennak, 2008). Kecukupan kebutuhan domestik Walaupun konsumsi daging sapi per kapita di Indonesia masih sangat mini , yaitu sekitar 1,15 kilogram per kapita per tahun, tetapi taraf penyediaan pada negeri terhadap taraf konsumsinya masih rendah. Konsumsi daging sapi mencapai 1.7 juta ekor per tahun. Kapasitas produksi hanya mampu memenuhi dua pertiga dari total kebutuhan. Kekurangan pasokan dipenuhi berdasarkan impor sapi bakalan berkisar 500 ribu ekor dan daging sapi impor 70.000 ton per tahun (Ditjennak, 2008). 8 Hasil ternak unggas Produksi Perkembangan produksi daging ayam pada periode 2003-2007 menerangkan adanya perkembangan sebanyak 4.2% per tahun untuk ayam lokal, 8% per tahun buat ayam ras petelur, dan 4.7% per tahun buat ayam ras pedaging. Di lain pihak produksi telur juga mengalami pertumbuhan kurang lebih lima% per tahun buat telur ayam lokal serta 11% per tahun buat telur ayam ras (Ditjennak, 2008). Kecukupan kebutuhan domestik Di Indonesia sebagian akbar produk ayam dan telur diperdagangkan pada bentuk segar. Sebagian besar daging ayam dipasarkan pada konsumen tempat tinggal tangga serta kurang lebih 20% daging ayam dipasarkan buat restoran franchise yg menyajikan ayam goreng. Konsumsi daging ayam perkapita adalah sekitar dua,3 kilogram per kapita buat daging ayam broiler, serta kurang lebih tiga,3 kilogram per kapita buat telur. Dibandingkan dengan kecukupan pasokan daging unggas yang rendah, pasokan telur ayam domestik memperlihatkan surplus (Ditjennak, 2008). Kondisi Ekspor - Impor Berkebalikan menggunakan menurunnya nilai ekspor daging ayam dan telur, jumlah serta nilai impor daging unggas serta telur konsumsi memberitahuakn adanya peningkatan selama tahun 2002-2006. Di lain pihak, jumlah dan nilai impor bibit DOC dan unggas hayati mengalami penurunan (Ditjennak, 2008). Hortikultura
(buah dan sayur) Produksi Jenis tanaman sayur serta buah-buahan Indonesia yang diperdagangkan terdiri menurut 60 jenis sayura serta 80 jenis butir-buahan. Selama periode 2003-2008 masih ada peningkatan produksi homogen-rata per tahun buat komoditas sayur dan buah masing-masing dua serta 7 % per tahun. Pada tahun 2008 jumlah produksi sayuran mencapai 9,56 juta ton sedangkan buah-buahan mencapai 18,24 juta ton (Ditjen Hortikultura, 2009). Kecukupan kebutuhan domestik Terdapat peningkatan tingkat jumlah konsumsi sayur serta butir per kapita yaitu menjadi 39,39 kg/kapita/tahun dan 34,06 kg/kapita/tahun dalam tahun 2007, masing-masing meningkat dari 33.78 dan 34.56 kg/kapita/tahun dalam tahun 2006 (Ditjen Hortikultura, 2009). Kondisi ekspor - impor Ekspor juga impor sayur serta butir Indonesia pertanda adanya peningkatan setiap tahunnya. Sangat disayangkan jumlah impor sayur juga butir Indonesia lebih besar menurut jumlah ekspornya. Impor sayur dan buah dalam tahun 2008 masing-masing berjumlah 917,19 ribu ton dan 501.96 ribu ton. Tingkat pertumbuhan ekspor sayur dan buah masing-masing mencapai 9% serta 14%, lebih rendah dari tingkat pertumbuhan impornya yg masing-masing merupakan 27% serta 24%. Komoditas butir impor utama adalah jeruk, durian, serta nenas. Di lain pihak komoditas impor sayur utama adalah bawang, kentang, wortel, dan cabai (Ditjen Hortikultura, 2009).
Khusus buat bahasan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, Nilai tukar petani (NTP) menjadi salah satu indikator kesejahteraan petani secara konsisten mengalami peningkatan selama periode tahun 2006 - 2008 dengan pertumbuhan sebesar dua,52 % per tahun. Neraca perdagangan komoditas pertanian mengalami peningkatan secara konsisten selama periode 2005-2008 dengan rata-homogen pertumbuhan 29,29 persen per tahun. Selain itu, pertumbuhan energi kerja sektor pertanian 1,56 persen per tahun, lebih tinggi dari homogen-homogen pertumbuhan total angkatan kerja (1,24 % per tahun) serta energi kerja non pertanian yg hanya kurang lebih 0,98 % per tahun (Munif, 2009).
Rata-rata pertumbuhan nilai investasi sektor pertanian tahun 2005 – 2007 mencapai 172,8%/tahun. Nilai ekspor Indonesia pada bulan September 2009 merupakan 9.83 miliar dollar Alaihi Salam, menurun 6.75% menurut bulan Agustus. Secara kumulatif nilai ekspor Januari-September 2009 merupakan 80.13 miliar atau menurun 25.57% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2008 (BPS, 2009). Di lain pihak, pertumbuhan industri pengolahan besar dan sedang dalam triwulan III-2009 hanya semakin tinggi 0.02% dibandingkan tahun 2008. Hal tersebut menandakan tidak terdapat peningkatan penyerapan pasar terhadap produk-produk industri. Dalam 10 tahun terakhir, donasi konsumsi pemerintah serta rumah tangga terhadap PDB meningkat berdasarkan 68% menjadi 72%, sedangkan donasi ekspor menurun menurut 39% sebagai 30%.
TANTANGAN MASA DEPAN DAN PERLUNYA REVITALISASI AGRIBISNIS BERBASIS SAINS, TEKNOLOGI DAN REKAYASA
Sektor pertanian diproyeksikan dapat tetap tumbuh secara moderat, meskipun diperkirakan tidak lagi setinggi tahun 2008 yang mencapai 4,8 persen. Belum berhasilnya revitalisasi sektor pertanian secara keseluruhan dan adanya ketidakpasian cuaca adalah dua hal utama yang mempengaruhi nomor -nomor proyeksi pertumbuhan sektor pertanian tersebut. Dalam periode tahun 2010-2014 sektor pertanian diperkirakan hanya dapat tumbuh homogen-rata sekitar tiga,4 persen (Kadin, 2009).
Tantangan dan pertarungan mendasar pembangunan sektor pertanian berdasarkan Munif (2009) berkaitan dengan wahana prasarana, permodalan, pasar, teknologi, serta kelembagaan petani, yang masih memerlukan penanganan yang berkelanjutan disamping munculnya dilema-masalah baru. Selain itu, Kadin (2009) menyimpulkan bahwa pertarungan utama yang dihadapi perekonomian Indonesia adalah ketersediaan energi yang mencukupi, infrastruktur jalan dan logistik yang jelek, pembiayaan yg mahal, pertarungan penyelundupan, permasalahan pajak, perburuhan serta kompetensi sumberdaya manusia pekerja yg relative rendah, serta aturan yang tumpang tindih yg merupakan berbagai permasalahan yang acapkali dikeluhkan sang investor.
Selain karena liputan-kabar yang ditunjukkan pada atas, secara umum perkembangan agribisnis di Indonesia masih menghadapi konflik inti, yaitu teknis produksi serta penanganan pasca panen yang belum optimal, manajemen transportasi dan distribusi yg masih lemah, prosedur pemanfaatan teknologi terkini serta kecepatan inovasi yg lambat. Dengan demikian, revitalisasi agribisnis secara inovatif seyogianya dilakukan melalui perencanaan teknologi buat mencapai tujuan agribisnis yang ditetapkan, pengorganisasian elemen-elemen teknologi pada organisasi agribisnis secara serasi, pengarahan penerapan teknologi buat mencapai hasil yang optimal, pengkoordinasian setiap unit kerja dalam syarat yang terbaik, serta supervisi teknologi yang sinkron dengan perkembangan sains, teknologi serta rekayasa.
Dalam mengimbangi kemajuan agribisnis yang didorong sang penerapan bioteknologi, teknologi komunikasi serta keterangan, serta nano teknologi, maka revitalisasi agribisnis yg inovatif berbasis pengembangan ilmu pengetahuan dan teknolog bisa dilakukan melalui banyak sekali taktik pada bawah ini:
Menerapkan teknologi unggulan untuk agibisnis/agroindustri yg tepat guna dan tepat terap berdasarkan ketersediaan sumberdaya, melalui pemanfaatan aplikasi mikroelektronika (antara lain sistem fakta agribisnis/agroindustri, teknik pertanian, serta teknologi e-commerce); bioteknologi (rekayasa genetika, kultur jaringan, bioproses, dll.); inovasi material-material baru yg non-konvesional (contohnya nano agro-materials, bioconcrete, biopolimer, biodiesel, plastik ramah lingkungan (biodegradable plastic), sabut kelapa (coco fibre), dan sebagainya; teknologi konversi enerji cara lain menurut enerji angin, mentari , air bahkan pemanfaatan arang briket, biodiesel, butanol, etanol, methanol dan bioetanol; serta teknik rekayasa peralatan agroindustri.
Mencari, membuat, memanfaatkan dan mengelola the art of technology yg sesuai dengan termin pengembangan agribisnis saat ini Negara-negara pesaing di daerah Asia Pasifik. Dalam hal ini, penemuan serta teknologi yang diterapkan seyogianya bisa mendukung percepatan pasar (peningkatan efisiensi dan produktivitas sistem pemasaran), distribusi, serta standarisasi produk secara bersamaan menggunakan perbaikan manajerial, teknologi, keuangan, sumberdaya insan serta supervisi mutu pada ruang lingkup agroindustri yg berorientasi pada mutu produk yg tinggi.
Mengembangkan kerjasama serta jejaring riset, pengembangan dan usaha diantara para pemangku agribisnis/agroindustri yang luas, adil, terbuka, bertenaga, dan saling mendukung yang digerakkan oleh sumberdaya manusia berkualitas unggulan.
Meningkatkan penggunaan teknologi komunikasi serta informasi terkini dalam rangka menerima akses terhadap keterangan pasar, sekaligus mempertinggi promosi produk agribisnis/agroindustri, diantaranya melalui pemanfaatan system berita serta telekomunikasi, e-commerce, sistem kabar geografi dan penginderaan jeda jauh. Dalam sektor on-farm penggunaan teknologi agribisnis presisi perlu dilakukan, sedangkan pada sektor off-farm, pemanfaatan smart-cards berukuran nano pada proses produksi agroindustri perlu dikedepankan.
Mengadaptasi konsep pembangunan agribisnis yg berkelanjutan dan memperhatikan ekologi industri. Dalam hal ini, agroindustri menggunakan aplikasi teknologi yg tepat diperlukan memanfaatkan sumberdaya dan menghasilkan limbah seminimal mungkin, melalui efisiensi penggunaan sumberdaya, perpanjangan umur produk, pencegahan pencemaran, daur ulang dan penggunaan ulang produk, pembangunan taman-taman ekoindustri, serta sebagainya.
Comments
Post a Comment