PENGERTIAN GLOBAL WARMING MENURUT PARA AHLI
Pengertian Global Warming Menurut Para Ahli
Global Warming terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Disebut menjadi gas rumah kaca lantaran gas tadi berfungsi seperti kaca yg berada pada rumah kaca. Sinar matahari yg dipancarkan ke bumi sebagian besar akan dikembalikan lagi ke atmosfer. Lantaran adanya gas-gas tempat tinggal kaca, maka sinar surya yg seharusnya dikembalikan ke atmosfer tersebut akan dipantulkan pulang ke bumi, pemantulan inilah yang menyebabkan temperatur meningkat. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas tempat tinggal kaca di atmosfer, maka semakin banyak panas yang terperangkap pada bawahnya (Hamit, 2008).
Gas tersebut antara lain karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrooksida (N2O), chloro-fluoro-carbon(CFCs), hidro-fluoro-carbon (HFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6). Gas-gas ini menyerap dan memantulkan pulang radiasi gelombang yang dipancarkan bumi akibatnya panas tadi akan tersimpan di bagian atas bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang serta mengakibatkan suhu homogen-homogen tahunan bumi terus semakin tinggi. Jadi dapat dijelaskan bahwa pemanasan global merupakan insiden meningkatnya temperature homogen-rata atmosfer, laut, serta daratan bumi. Temperature bumi menurut tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatannya homogen-homogen 0,60C, bahkan sanggup lebih tinggi sampai 1,4 - lima,80C. Saat ini temperatur permukaan bumi homogen-homogen kurang lebih 150C (Susanta dkk, 2007).
Johannis dalam sebuah artikel menuturkan bahwa pemanasan dunia (dunia warming) dalam dasarnya merupakan kenyataan peningkatan temperature global dari tahun ke tahun karena terjadinya imbas tempat tinggal kaca (grrenhouse effect) yg disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana(CH4), dinitrooksida (N2O) serta CFC sebagai akibatnya tenaga matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.
Berbagai Dampak Global Warming
Dengan meningkatnya temperatur dunia bisa dipastikan akan menimbulkan pertarungan-pertarungan baru. Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan misalnya naiknya muka air bahari, meningkatnya intensitas peristiwa cuaca yang ekstrim, dan perubahan jumlah serta pola presipitasi (Hamit, 2008).
Dampak lebih lainnya adalah meningkatnya volume air laut sehingga permukaan air laut akan naik kurang lebih 9-100 cm yg menimbulkan banjir pada daerah pantai dan dapat menenggelamkan pulau-pulau dan kota-kota akbar yang berada pada tepi laut, curah hujan yang berada di daerah yang beriklim tropis akan lebih tinggi dari normal, tanah akan lebih cepat kering walaupun seringkali diguyur hujan dan kekeringan tanah ini mengakibatkan banyak flora meninggal. Hal tadi menyebabkan beberapa loka mengalami kekurangan kuliner, akan seringkali terjadi angin besar dimana-mana, berpindahnya hewan dan tumbuhan ke daerah yang lebiih dingin, musnahnya fauna serta tanaman yg tidak sanggup berpindah atau beradaptasi (Susanta dkk, 2007).
Adapun sebuah artikel mengungkapkan bahwa pemanasan global mengakibatkan pengaruh yg luas dan berfokus bagi lingkungan biogeofisik seperti pelelehan es pada kutub, kenaikan muka air bahari, ekspansi gurun pasir, peningkatan hujan serta banjir, perubahan iklim, punahnya tumbuhan serta hewan tertentu, migrasi hewan serta hama penyakit.
Adapun impak berdasarkan aktifitas sosial-ekonomi masyarakat mencakup (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara, (c) gangguan terhadap pemukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker serta wabah penyakit (Hamit, 2008).
Tinjauan Umum Greevourrecom
Salah satu cara efektif buat menanggulangi pemanasan dunia merupakan melalui greevourrecom. Greevourrecom adalah sebuah singkatan yang menyatakan gabungan berdasarkan Green Revolution, Four Re (Reduce, Reuse, Recycle, Replace) dan Composting.
Revolusi hijau (Green Revolution)
Green revolution adalah cara yang paling gampang buat menghilangkan karbondioksida di udara yakni menggunakan menanam flora pada jumlah banyak dan memeliharanya. Tanaman akan menyerap karbon dioksida buat proses fotosintesis serta akan melepaskan oksigen ke udara. Di semua dunia, tingkat perambahan hutan sangat tinggi, sedangkan tanaman yang tumbuh balik sedikit sekali karena tanah yg tidak subur lagi. Upaya reboisasi hutan merupakan langkah yang sempurna buat menyeimbangkan semakin bertambahnya gas rumah kaca (Susanta dkk, 2007).
Reduce, Reuse, Recycle, Replace, dan Composting adalah keliru satu bentuk penanggulangan terhadap sampah. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar tiba berdasarkan kegiatan industri, contohnya pertambangan, manufaktur, serta konsumsi. Laju pengurangan sampah lebih kecil dari dalam laju produksinya. Hal ini lah yg menyebabkan sampah semakin menumpuk di setiap penjuru kota (Hamit, 2008).
Besarnya timbunan sampah yang nir dapat ditangani tadi akan mengakibatkan aneka macam pertarungan. Salah satunya berpengaruh dalam perubahan iklim dampak adanya kenaikan temperature bumi atau dianggap jua pemanasan dunia. Seperti yang sudah kita ketahui, pemanasan dunia terjadi dampak adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti uap air, karbondioksida (CO2), metana(CH4), dan dinitrooksida (N2O). Menurut tumpukan sampah ini akan dihasilkan berton-ton gas karbondioksida (CO2) serta metana (CH4). Gas metana (CH4) bisa dirubah menjadi sumber tenaga yang akhirnya bisa bermanfaat bagi manusia. Sedangkan gas karbondioksida (CO2), sampai waktu ini belum ada pemanfaatan yg signifikan (Hamit, 2008).
Gas karbondioksida yang dihasilkan di tempat pembuangan akhir (TPA-TPA) pun nir hanya berasal menurut penumpukan sampah-sampah saja. Namun asal pula berdasarkan pembakaran-pembakaran sampah plastik yang dilakukan sang pemulung. Para pemulung ini membakar sampah plastik buat lebih memudahkan dalam memilih sampah-sampah yg tidak mampu dibakar misalnya besi. Padahal menggunakan pembakaran ini akan sangat merugikan terutama bagi kesehatan rakyat di sekitar loka pembakaran. Besarnya gas karbondioksida (CO2) yg dihasilkan berdasarkan pembakaran akan semakin meningkatkan temperature di bagian atas bumi ini. Selain itu abu berdasarkan residu pembakaran sampah akan menimbulkan gangguan pernafasan dalam rakyat kurang lebih (Hamit, 2008).
Untuk itu Reduce, Reuse, Recycle, Replace, serta Composting adalah cara yg efektif buat mengatasi masalah pemanasan global yg diakibatkan oleh penumpukan sampah (Hamit, 2008).
Reduce (mengurangi sampah)
Reduce (mengurangi sampah) merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbunan sampah. Sebisa mungkin lakukan minimalisi barang atau material yg kita pakai. Semakin poly kita memakai material, maka semakin poly jua sampah yg dihasilkan (Hamit, 2008).
Reuse (menggunakan balik )
Reuse (menggunakan balik ) berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja barang yang masih bisa digunakan, seperti kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik. Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta lingkungan (Hamit, 2008).
Recycle (mendaur ulang)
Recycle (mendaur ulang), mendaur ulang diartikan mengubah sampah sebagai produk baru, khususnya buat barang-barang yg nir bisa dipakai dalam ketika yg relatif usang, contohnya kertas, aluminium, gelas, dan plastik. Langkah utama menurut mendaur ulang adalah memisahkan sampah yang homogen dalam satu kelompok (Hamit, 2008).
Sampah metal adalah bahan anorganik yang susah dihancurkan dan nir bisa dibakar. Namun, sampah metal khususnya besi (ferum) dan campurannya masih dapat hancur secara alami melalui reaksi oksidasi yg menciptakan zat oksidasi (proses korosi), akan tetapi proses ini berlangsung sangat lama . Sisa metal dalam sampah umumnya berasal berdasarkan rongsokan indera-indera dapur, tempat tinggal tangga, kaleng bekas, indera tulis dan alat lainnya. Penggunaan sisa metal yg berasal dari rongsokan indera-indera berat misalnya mobil, kereta barah, traktor, dan indera berat lainnya sudah poly dilakukan orang. Barang-barang ini sehabis dikumpulkan dipecah-pecah (scraping) serta dijual menjadi besi tua yg kemudian diolah pulang menjadi produk metal lainnya, serta umumnya digunakan oleh industri pengolah logam yang digunakan menjadi bahan bakunya (Bahar, 1986).
Sampah kaca merupakan bahan anorganik yg tidak dapat dibakar serta susah dihancurkan, sampah kaca acapkali mengganggu lantaran tajam serta dapat melukai. Penggunaan sampah kaca yang telah biasa dilakukan orang serta dapat dikembangkan adalah dalam bidang bangunan, yaitu buat menciptakan dinding-dinding atau tiang beton membentuk keindahan serta ciri tersendiri, menggunakan cara memasangnya pada bagian luar dengan anggaran artistik yg diinginkan, selain itu sampah kaca juga bisa digunakan pada pembuatan pot-pot bunga serta souvenir lainnya (Bahar, 1986).
Sampah plastik serta karet merupakan bahan organik yang susah dihancurkan melalui proses alami, kalaupun bisa prosesnya berlangsung cukup lama . Di Indonesia perusahaan-perusahaan yg memasak pulang sisa atau sampah plastik serta karet menjadi produk baru lainnya suah poly didirikan pada aneka macam kota, akan namun jumlahnya masih belum seimbang dengan jumlah plastik dan karet yang diproduksi rakyat. Perusahaan ini membeli sampah serta residu plastik atau karet yang sudah dikumpulkan serta dibersihkan sang orang-orang tertentu, dibawa ke pabrik serta di sini melalui proses kimiawi maupun fisik diolah kembali sebagai produk lainnya (Bahar, 1986).
Sampah kertas jumlahnya relatif akbar jika dibandingkan dengan sampah jenis lainnya (Holmes, 1980). Sampah kertas dapat digunakan sebagai bahan baku atau campuran bahan standar pada industri kertas, dalam pengembangan ini perlu kerjasama dan keikutsertaan pabrik kertas buat menampung pulang sisa serta sampah kertas yg sudah dibersihkan serta disortasi dan diubahsuaikan menggunakan spesifikasi yang diinginkan buat dijadikan bahan baku pabrik kertas tadi (Bahar, 1986).
Sampah kayu serta sejenisnya biasa dipakai kayu bakar secara eksklusif. Akan namun sampah kayu ini jua seringkali digunakan/diolah menjadi arang yg akhinya pula digunakan sebagai bahan bakar. Sampah-sampah kayu berupa sisa-sisa bangunan, hasil tebangan pohon kayu, batok kelapa serta jenis lainnya dibakar dengan cara eksklusif. Pembakaran tidak sempurna dan tidak menjadi abu dalam suatu lobang atau loka yg memang sudah dipersiapkan buat itu. Setelah pembakarannya dirasakan relatif, disiramkan air untuk mematikan apinya, kemudian dikeringkan lagi (umumnya dijemur) dan terbentuklah arang yang telah siap dipasarkan (Bahar, 1986).
Replace (mengubah)
Replace (mengubah), yakni mengganti barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Usahakan agar teliti terhadap barang dipakai sehari-hari, misalnya dengan hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan (Hamit, 2008).
Composting (pembuatan kompos)
Composting adalah proses pembusukan secara alami menurut materi organik, contohnya daun, limbah pertanian (sisa panen), dan sisa kuliner. Pembusukan itu membuat materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen, fosfor, dan kalium yg disebut kompos atau humus yg baik untuk pupuk tanaman (Hamit, 2008).
Tentunya cara ini akan lebih baik digunakan menurut pada dengan cara pembakaran. Selain mengurangi imbas pemanasan dunia menggunakan mengurangi volume gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan, cara ini tidak mempunyai dampak samping bagi warga ataupun lingkungan (Hamit, 2008).
Penelitian Terkait Global Warming serta Berbagai Dampak yg Ditimbulkan
Para pakar menurut berbagai disiplin ilmu pada rendezvous ilmiah yang diselenggarakan Intergovermental Oceanographic Commisision (IOC) UNESCO di Paris, Juni 2006, melaporkan bahwa permukaan laut pada semua global telah naik 3 milimeter per tahun atau kurang lebih 30 centimeter pada satu abad. Laporan itu lebih tinggi berdasarkan pada besaran yang tak jarang dikutip dalam laporan International Panel On Climate Change (IPCC), yaitu dua milimeter per tahun. Para peneliti, termasuk penulis yang turut mempresentasikan hasil kajian peningkatan bagian atas laut di Indonesia, membicarakan aneka macam hasil penelitian terkini mengenai kenaikan permukaan bahari yg terjadi di banyak sekali belahan global termasuk peta perubahan lapisan es di kutub (Manurung, 2008).
Bumi yg semakin memanas ini mengakibatkan dua faktor primer yg membuat permukaan bahari naik. Pertama, penambahan massa air dampak mencairnya lapisan es yg ada di wilayah kutub. Kedua, volume air laut bumi memuai (thermal expansion). Para ahli mengkhawatirkan semakin banyaknya fakta yg mendukung bahwa proses pemanasan dunia ke depan akan lebih cepat berdasarkan pada waktu sebelumnya. Dampak dari kenaikan bagian atas laut yg mampu saja mencapai 1 meter dalam satu abad ini telah sebagai konflik yang telah ditangani lantaran akan mengakibatkan perubahan ekosistem serta tempat asal di wilayah pantai termasuk mengancam kehidupan insan diperkirakan lebih menurut 37% yg waktu ini berdiam di lebih kurang batas 100 km berdasarkan bibir pantai (Manurung, 2008).
Hubungan Global Warming Dengan Greevourrecom
Berbagai impak akibat global warming dapat ditanggulangi melalui greevourrecom, pada gagasan tertulis ini diungkapkan tentang tindakan greevurrecom (green revolution, reduce, reuse, recycle, replace, dan composting).
Green revolution merupakan upaya yang sempurna buat menanggulangi pemanasan dunia yang mana fungsinya merupakan buat menghilangkan/mengurangi karbondioksida di udara. Adapun reduce, reuse, recycle, replace, dan composting adalah upaya penanggulangan pemanasan dunia melalui pemanfaatan sampah. Apabila besarnya timbunan sampah yg tidak bisa ditangani dibiarkan begitu saja maka akan menyebabkan aneka macam pertarungan. Salah satunya berpengaruh dalam perubahan iklim dampak adanya kenaikan temperatur bumi atau disebut pula pemanasan dunia.
Sumber Data Deskriptif
Hasil dari Indonesia kajian Bakosurtanal menurut data pengamatan 15 berdasarkan 90 stasiun pemantau permukaan bahari yang pengamatannya telah melebihi 10 tahun memperlihatkan adanya kenaikan bagian atas bahari rata-homogen berkisar 3-7 mm/tahun. Kenaikan permukaan bahari yang terpantau berdasarkan pelabuhan ke pelabuhan tidak selalu sama diantaranya disebabkan faktor terjadi penurunan tanah atau subsidensi pada sekitar areal pelabuhan loka pengamatan bahari dilakukan. Seperti contoh daerah pantai barat Sumatra, kenaikan permukaan laut nir akan terasa lantaran pantainya homogen-homogen terangkat akibat gempa akbar yg terjadi pada saat tsunami Aceh 26 Desember 2004 serta gempa Nias 22 April 2005. Sebaliknya kenaikan permukaan bahari akan semakin tinggi dampaknya pada pantai utara Jawa serta pantai timur Sumatra karena adanya faktor subsidensi (Manurung, 2008).
Menurut laporan Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) bahwa peningkatan 20-50 cm bagian atas air bahari dapat terjadi di garis pantai berjarak total 100.000 km. Pantai-pantai yang terancam tenggelam terutama merupakan Delata Mutiara di Cina dan Delta Bangladesh. Akibatnya, ratusan jiwa penduduk sempat terancam kehilangan tempat tinggal. Laporan tersebut juga membicarakan peningkatan permukaan air bahari dan curah hujan berisiko memicu wabah penyakit menular di daerah-wilayah yg terpengaruh. Karena itu, ratusan jiwa penduduk yang terkena bala berisiko terserang malaria serta demam berdarah (Affandi, 2008).
Metode Pengumpulan Data
Wawancara
Dalam mengumpulkan data, selain menggunakan observasi jua dipakai wawancara agar data yang diperoleh lebih akurat. Wawancara ditujukan dalam banyak sekali pihak yang terkait.
Observasi
Untuk mendukung gagasan tertulis ini penulis melakukan observasi pada beberapa loka serta lingkungan kurang lebih Universitas Negeri Malang. Hasil observasi yang didapat berupa masalah penumpukan sampah yg belum teratasi secara efektif. Adapun kasus penumpukan sampah tersebut menurut tahun ke tahun semakin semakin tinggi seiring dengan meningkatnya aktifitas manusia
Analisis Masalah
Efek rumah kaca sebenarnya sangat dibutuhkan sang segala jenis makhluk hidup yg terdapat di bumi apabila konsentrasi gasnya masih berada dalam ambang kewajaran. Tanpa adanya impak tempat tinggal kaca, maka planet ini akan menjadi sangat dingin. Akan namun konsentrasi gas-gas yang menyebabkan pengaruh tempat tinggal kaca sudah sangat melebihi batas, sebagai akibatnya mengakibatkan dalam pemanasan global. Akibat-dampak pemanasan dunia yg lain merupakan terpengaruhnya output pertanian, hilangnya gletser serta punahnya aneka macam jenis fauna (Hamit, 2008).
Ketika temperatur global semakin tinggi, es yg berada pada dekat kutub akan mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit jika dibandingkan menggunakan es, serta akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi surya. Hal ini akan menambah pemanasan serta menyebabkan lebih banyak lagi es yg mencair. Pada akhirnya peristiwa ini akan sebagai suatu siklus yg berkelanjutan yang akan mengakibatkan meningkatnya bagian atas air laut. Permukaan air laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961 (Hamit, 2008).
Selain meningkatnya permukaan air laut, dampak lain menurut meningkatnya temperatur global adalah meningkatnya temperatur air bahari. Apabila bahari menjadi lebih hangat maka kemampuan lautan buat menyerap karbondioksida akan berkurang. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya taraf nutrien dalam zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang adalah penyerap karbon yang rendah (Hamit, 2008).
Salah satu penyebab meningkatnya kosentrasi gas rumah kaca adalah terjadinya kebakaran hutan. Untuk setiap hektar kebakaran hutan/huma saja, akan didapatkan 18,9 hingga 702 juta ton karbondioksida. Karbon yang terlepas ke udara dari hasil kebakaran hutan/huma akan menyebabkan gas terperangkap di atas awan dalam ketinggian 5-7 km. Akibatnya, panas dari sinar matahari nir dapat keluar menurut bumi sebagai akibatnya suhu udara akan semakin bertambah. Suhu udara pada bumi rata-rata bertambah 20C setiap 10 tahun semenjak 1980 (Hamit, 2008).
Menurut (Fattah, 2007) bahwa pada tahun 2010 permukaan air laut diperkirakan telah merambah masuk ke daratan. Pada tahun 2020 sebagian Bandara Soekarno Hatta telah mulai tergenangi air laut. Bahkan dalam tahun 2050 permukaan air laut telah mengancam kawasan Monumen Nasional pada Pusat Ibu Kota. Diperkirakan pada tahun 2070 sekitar 800 ribu tempat tinggal yang berada di pesisir harus dipindahkan dan sebanyak 2.000 dari 18.000 pulau di Indonesia akan tenggelam akibat naiknya air laut.
Dalam laporan perubahan iklim yg dirilis badan ilmiah tertinggi di Australia, jutaan jiwa penduduk Asia Pasifik terancam kehilangan loka tinggal dalam 2070 dampak peningkatan permukaan air laut. Negara-negara yang berisiko paling tinggi merupakan Bangladesh, India, Vietnam, Cina, dan pulau-pulau pada Pasifik (Affandi, 2008).
CSIRO memperkirakan, pemanasan dunia pada daerah Asia Pasifik bisa menyebabkan bagian atas air laut semakin tinggi sampai 16 centimeter dalam 2030, serta dalam 2070 bagian atas air bahari sanggup meningkat sampai 50 cm. Peningkatan temperature jua memicu peningkatan curah hujan dalam isu terkini kering di Asia. Akibatnya, wilayah-wilayah yg terpengaruh berisiko lebih acapkali di landa badai tropis serta banjir.
Sintesis Masalah
Hingga waktu ini penanganan dalam menanggulangi global warming masih belum menerima penanganan yg efektif, salah satu alasan yang mendasar adalah kurangnya pencerahan rakyat akan lingkungan hayati. Selain itu masih banyaknya masyarakat yg belum begitu mengerti tentang masalah pemanasan dunia dan aneka macam pengaruh yang ditimbulkan.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis membuat alternatif yang mudah untuk dilakukan bagi semua kalangan. Solusi tersebut adalah dengan menanam pohon dalam jumlah banyak dan memeliharanya sebagai upaya mengurangi karbon dioksida di udara. Adapun untuk menanggulangi masalah penumpukan sampah yang menjadi salah satu pemicu pemanasan global dapat dilakukan tindakan 4R dan composting, yakni Reduce (mengurangi sampah), usahakan meminimalisir barang yang kita pergunakan sehingga tidak terlalu banyak sisa pembuangan sampah yang menumpuk, misalnya tidak perlu membeli barang yang tidak begitu dibutuhkan karena sisa sampahnya justru dapat menambah penumpukan sampah. Reuse (menggunakan balik ), usahakan untuk memilih barang yang bisa dipakai kembali dan hindari pemakaian barang sekali pakai, misalnya kaleng bekas kue digunakan lagi untuk wadah makanan, botol selai bekas digunakan untuk tempat bumbu dan botol bekas sirup digunakan untuk menyimpan air minum. Recycle (mendaur ulang), usahakan untuk mendaur ulang pada barang-barang yang sudah tidak terpakai, memang tidak semuanya bisa didaur ulang. Namun, saat ini sudah banyak industri non formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain, misalnya yang saat ini sedang marak dilakukan oleh para ibu rumah tangga. Mereka membuka usaha kecil dengan memanfaatkan sampah-sampah yang bisa didaur ulang menjadi barang baru. Replace (mengubah), usahakan untuk mengganti barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama dan usahakan untuk teliti dalam memilih barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya peralihan dari kotak makanan yang terbuat dari foam pada kotak makanan yang terbuat dari plastik yang tahan lama dan tidak mengandung bahan kimia. composting (pembuatan kompos), dengan adanya tumpukan sampah organik maka dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos, sehingga tidak perlu digunakan cara pembakaran yang justru memicu pemanasan global. Cara tersebut lebih efektif untuk menanggulangi pemanasan global yang saat ini dampaknya sedang kita rasakan.
Comments
Post a Comment