MAJAS PUISI HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO OLEH MUNTIJO

Analisis struktural genetik puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono. 

Majas adalah sebuah 'bumbu' dalam karya sastra khususnya puisi. Dengan adanya majas, puisi bisa terasa lebih latif. Selain memperindah puisi, adanya majas dalam karya puisi berakibat puisi tadi lebih bertenaga maknanya.

Ada poly sekali jenis majas yg sanggup digunakan pada sebuah puisi. Akan tetapi tak jarang seorang pembelajar serta pelajar sastra kesulitan buat menemukannya.


Secara sederhana, majas bisa diartikan sebagai kata dan atau kalimat yg tidak masuk akal tetapi memiliki makna. Dengan penjelasan ini, kita bisa menemukan majas menggunakan lebih gampang. Akan namun terdapat kalanya sebuah majas nir wajib 'nir lumrah'. Pengulangan suara serta istilah sanggup jadi juga disebut menjadi majas.


Untuk lebih jelasnya, ayo ikuti analisis majas yang terkandung dalam puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono ini dia.


Hujan Bulan Juni
         Karya Sapardi Joko Damono

Tak ada yg lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yg berbunga itu

Tak terdapat yg lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Taka ada yg lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
                    (hujan bulan juni, 1994)

Majas / Gaya Bahasa



Puisi Hujan Bulan Juni memiliki 2 majas. Majas Personifikasi serta Majas Repetisi.

Majas personifikasi merupakan majas atau gaya bahasa yg seolah-olah benda meninggal bisa bersifat serta bertindak (bertingkah laku ) misalnya halnya manusia.


Majas yang paling tampak adalah majas personifikasi. Yaitu seolang-olah hujan memiliki sifat tabah, bijak, dan arif seperti manusia. Baris pertama masing-masing bait mengandung majas personifikasi ini.


Selain memiliki sifat misalnya insan, hujan dalam puisi Hujan Bulan Juni  di atas pula bertingkah laku misalnya manusia dihapusnya jejak-jejak kakinya. Jadi, seolah-olah hujan punya kaki. Selain itu, pula mampu menghapus jejak kakinya.


Hal yg sama tampak pada dirahasiakan, jadi seolah hujan bisa merahasiakan sesuatu (misalnya manusia). Hujan jua digambarkan seolah-olah bisa membiarkan.


Selain majas personfikasi, jua masih ada gaya bahasa repetisi. Repetisi penuh masih ada pada baris
Dari hujan bulan Juni.

Ketiga bait puisi tadi mengandung baris ini di baris keduanya.

Selain repetisi penuh, jua masih ada reptisi pengulangan sebagian baris yaitu Adakah yg lebih.

Majas repitisi jarak jauh (ini kata aku sendiri) tampak pada frasa pohon yang berbunga itu di bait pertama serta frasa pohon bunga itu di bait terakhir. Menurut saya, pengulangan ini jua adalah gaya bahasa alias majas yang memperkuat makna puisi.


Jadi, majas dalam puisi hujan bulan juni memperkuat makna bahwa, hujan bulan juni tidak sempat menyampaikan kepada bunga, tetapi membiarkan rintiknya tetap diserap sang akar pohon bunga itu. Meski nir disampaikan secara langsung, rasa rindu permanen tersampaikan pada bunga melalui akar-akarnya.

Comments