HUKUM MENULIS DAN MEMAJANG KALIGRAFI MENJAWAB TAMU DARI SENTUL
Akhirnya terpaksa ngomongin aturan juga.
Saya kedatangan seseorang tamu menurut Sentul Bogor. Sambil berbincang bincang, matanya nir lepas lepas memandangi kaligrafi surat al-Ikhlas yang aku pajang. Tampaknya dia tertarik pada goresan pena itu. Kemudian beliau mulai berbicara mengenai kaligrafi.
Katanya "bukankah kaligrafi itu nir boleh pak. Karena nir pernah dicontohkan sang Rasulullah".
Saya agak kaget dan nir menduga menggunakan pertanyaan itu. Pikiran saya eksklusif tertuju pada mushaf Al-Qurán. Saya jawab sekena kenanya : " benar, Qur'an yg kita baca kini ini kaligrafinya baru ditemukan abad ke-3. Kalau kamu tidak senang, silahkan saja baca Al-Qurán zaman dahulu yang masih asli dengan goresan pena usang yg ada pada zaman Rasulullah".
Tampaknya jawaban saya meleset menurut maksud pertanyaannya.
"Bukan itu maksud aku . Itu loh ...(dia menunjuk kaligrafi yg saya pajang). Memajang majang kaligrafi misalnya itu hukumnya haram. Ayat Al-Qurán bukan buat tontonan namun tuntunan. Rasulullah SAW nir pernah memajang kaligrafi. Saya baca di internet, terdapat fatwanya....."
Saya berfikir sementara waktu lalu menjawab : "begini saja mas..kalo memang misalnya itu hukumnya, turunkan dulu kaligrafi kaligrafi yg dipajang pada Ka'bah. Insya Allah seluruh kaum muslimin di dunia akan menurunkan kaligrafi yg mereka pajang. Daripada sampean berdasarkan pintu ke pintu menghukumi haram kaligrafi yg dipajang sang orang orang".
Dia hanya bilang "oh......" lalu pembicaraan berlanjut pada topik lain. Saya tidak tahu apakah beliau puas menggunakan jawaban saya, atau sedang mencari argumen lain. Tapi pembicaraan mengenai kaligrafi nir berlanjut.
Cuman istilah istilah beliau "saya baca pada internet" relatif mengganggu fikiran aku . Maka sayapun coba coba browsing tentang kasus ini.
Ulama 4 Madzhab Tidak Mengharamkan Memajang Kaligrafi
Benar istilah tamu aku tadi, diinternet poly yg menuliskan hukum kaligrafi. Baik situs berbahasa Indonesia juga yg berbahasa Arab. Saya bukan pakar fikih. Tapi aku mengerti bahasa Arab. Maka aku mencoba mengusut artikel artikel yang aku bisa, kemudian mencoba mengambil benang hijau menurut apa yg mereka ditulis di internet.
Saya mencoba menemukan ulama 4 madzhab yang menghukumi haram. Yang saya dapati, ulama ulama fiqih 4 madzhab tidak terdapat yang mengharamkan memajang kaligrafi. Maksimal mereka menghukumi "makruh". Teks menurut fatwa fatwa ulama hanya memakai kata kata wa yukrahu (dan dimakruhkan), wa ghairu mustahsanin (nir ditinjau baik).
Secara ringkas, aturan memajang kaligrafi dapat kami tuliskan sebagai berikut :
Secara ringkas, aturan memajang kaligrafi dapat kami tuliskan sebagai berikut :
- Mayoritas ulama menghukumi makruh kepada penulisan ayat Al-Qurán di tembok (termasuk jua memajangnya, memahatnya, atau melukisnya) dari secara umum dikuasai ulama. Illat(alasan aturan) yang dikemukakan oleh para ulama ketika menghukumi makruh merupakan, karena risi terjadi penistaan terhadap ayat Al Qur'an yg dipajang. Misalnya, jatuhnya kotoran burung atau cicak dalam kaligrafi itu, atau kaligrafi itu jatuh dan terinjak injak, atau kaligrafi itu terpegang sang perempuan haid.
- Menuliskan ayat ayat Al-Qurán diatas genteng hukumnya asyaddu karohatan (sangat makruh) lantaran atap itu niscaya diinjak injak.
- Memasang kaligrafi (walaupun bukan ayat Al-Qurán) didepan masjid, hukumnya juga sangat makruh lantaran mengganggu kekhusyuán orang sholat.
- Menulis ayat Al-Qurán dengan bahan bahan najis, seperti tinta darah, dan kuas bulu babi, hukumnya haram
Pendapat Kalangan Salafi
Kalangan Salafi, atau grup Islam bermanhaj salaf, atau seringkali digeneralkan menggunakan sebutan Wahabi mempunyai pendapat sendiri. Mereka biasanya nir terlalu mengambil pendapat ulama madzhab. Pertimbangan mereka lebih berat kepada apakah hal itu ada dalam zaman rasul atau tidak. Maka, secara tegas mereka mengharamkan dan melarang memasang kaligrafi dengan alasan bid'ah.
Berikut ini beberapa catatan yang saya untuk menurut fatwa ulama ulama mereka :
- Pertama, Memajang kaligrafi ayat Al-Qur'an adalah bidáh nir terdapat misalnya dalam masa Rasul dan generasi salaf. Seandainya memajang kaligrafi itu merupakan kebaikan, tentu generasi salaf akan melakukannya lebih dulu. lau kaana khairan lasabaquuna ilaih (bila itu baik, tentu mereka generasi salaf itu akan mendahului kita).
- Kedua, Memajang kaligrafi lafadz Allah (الله), akan menyebabkan orang membaca lafadz Allah berulang ulang serta ini hukumnya haram lantaran menyerupai kaum sufi. Demikian pendapat Syekh Usaimin.
- Ketiga, tindakan memajang kaligrafi Al Qurán itu merupakan pelecehan karena al-Qurán diturunkan buat pada tadabburi bukan buat dipajang. Syeikh Usaimin berkata : contohnya ada kaligrafi dipajang diruang tamu, isinya mengenai embargo ghibah (bergunjing). Apakah penghuni rumah akan berhenti bergunjing lantaran mentadabburi isi kaligrafi itu..? Saya rasa nir. Mereka akan terus bergunjing dan itu adalah penghinaan terhadap ayat Al-Qurán.
- Keempat, menghiasi masjid dengan kaligrafi termasuk perbuatan tabahi (bermegah megahan), dan termasuk perbuatan menghambur hamburkan uang dengan sia sia.
- Kelima, menulis kaligrafi didinding rumah, jika isinya doá atau hadis nabi, nir dihentikan tetapi tidak dianjurkan. Doa itu sebaiknya dibaca, bukan dipajang.
Pendapat Saya
Menurut aku , membuat kaligrafi ayat ayat Al Qur'an, memajangnya, menghadiahkannya, serta membuatnya diketahui oleh warga global, merupakan termasuk dakwah melaksanakan perintah nabi : sampaikanlah walaupun satu ayat. Saat ini, penyampaian ayat nir boleh dibatasi hanya menggunakan verbal saja. Boleh disiarkan melalui blog, twitter, WhatsApp, dan seni kaligrafi.
Namun demikian, fatwa ulama tetap sebagai rambu rambu kita supaya nir terlalu bebas berekspresi sehingga Al-Qurán nir ditunaikan hak haknya.
Adapun fatwa ulama salafi, saya rasa masih banyak yang wajib didiskusikan, terutama mengenai batasan bidáh yg mereka anut, yang selama ini diterapkan tidak konsisten.
Tidak konsisten, lantaran mereka membiarkan adanya kaligrafi pada Masjid Nabawi di Madinah serta pada kiswah Ka'bah di Makkah Al Mukarromah. Bahkan pembuatan kiswah menjadi industri beromzet miliaran rupiah. Mereka pula memiliki kaligrafer kaligrafer dunia semacam Syeikh Mukhtar Alam.
Dalam pikiran saya, apakah mereka berani menurunkan kaligrafi menurut Ka'bah.? Bila mereka berani, maka ummat Islam seluruh global secara perlahan pasti akan mengikuti mereka, berhenti menulis kaligrafi di dinding dinding masjid. Jadi hukum itu tidak cuman tajam kebawah saja tapi keatas tumpul. Kepada kami kalian bilang bidáh... Namun terhadap yang lebih besar kalian membisu saja.
Namun demikian, fatwa ulama tetap sebagai rambu rambu kita supaya nir terlalu bebas berekspresi sehingga Al-Qurán nir ditunaikan hak haknya.
Adapun fatwa ulama salafi, saya rasa masih banyak yang wajib didiskusikan, terutama mengenai batasan bidáh yg mereka anut, yang selama ini diterapkan tidak konsisten.
Tidak konsisten, lantaran mereka membiarkan adanya kaligrafi pada Masjid Nabawi di Madinah serta pada kiswah Ka'bah di Makkah Al Mukarromah. Bahkan pembuatan kiswah menjadi industri beromzet miliaran rupiah. Mereka pula memiliki kaligrafer kaligrafer dunia semacam Syeikh Mukhtar Alam.
Dalam pikiran saya, apakah mereka berani menurunkan kaligrafi menurut Ka'bah.? Bila mereka berani, maka ummat Islam seluruh global secara perlahan pasti akan mengikuti mereka, berhenti menulis kaligrafi di dinding dinding masjid. Jadi hukum itu tidak cuman tajam kebawah saja tapi keatas tumpul. Kepada kami kalian bilang bidáh... Namun terhadap yang lebih besar kalian membisu saja.
- Bila memajang kaligrafi ditembok masjid atau tempat tinggal , hukumnya makruh lantaran risi terjadi penistaan atau perlakuan nir hormat terhadap kaligrafi tersebut, maka apakah pembuatan kaligrafi di Kiswah Ka'bah kondusif dari penistaan ?. Jika kaligrafi tadi sanggup dilindungi berdasarkan penistaan serta diletakkan pada tempat terhormat, maka aturan makruhnya hilang lantaran illatnya hilang. Itulah mengapa Kiswah Ka'bah permanen ditulisi kaligrafi. Lantaran diyakini, kiswah Ka'bah tersebut berada ditempat terhormat serta terlindungi berdasarkan najis.
- Pembuatan Kiswah Ka'bah semenjak awal pengadaan kainnya hingga pemasangannya serta pencuciannya pula nir luput dari penistaan penistaan (perlakuan perlakuan nir hormat) baik sengaja atau nir sengaja. Apalagi bahan bahannya kebanyakan didatangkan menurut Eropa. Entah itu terinjak injak, terlempar, bahkan mungkin terkena kotoran hewan (tikus atau burung).
- Memfatwakan haram terhadap pemasangan lafadz Allah lantaran takut didzikirkan berulang ulang menyerupai kaum sufi, merupakan fatwa yg mengada terdapat dan main main terhadap kepercayaan . Begitu bencinya mereka terhadap kaum sufi. Terlepas apakah itu amaliah kaum sufi atau bukan, menyebut nyebut nama Allah adalah perbuatan yg sangat baik dan dianjurkan pada kepercayaan Islam.
- Memasang kaligrafi, nir berarti Si pemasang hanya menjadikannya pajangan dan tontonan saja. Tetap terdapat fungsi tadabbur. Ada poly orang yg memasang kaligrafi kemudian dia menatapnya serta membacanya. Bahkan banyak jua yg akhirnya hafal ayat ayat Al-Qurán yang dipajang itu.
- Bila pesan Al-Qur'an yang terpajang didinding tempat tinggal nir dihiraukan oleh penghuni tempat tinggal , nir serta merta dipercaya sebagai penghinaan Al-Qurán. Melarang memasang kaligrafi karena alasan ini pula nir sempurna. Sekarang apakah pesan pesan khatib Jumát jua dilaksanakan sang jamaahnya...? Saya rasa jua nir. Apakah berarti khutbah Jumát dilarang karena sudah melecehkan Al-Qurán ?
- Seni kaligrafi merupakan sarana dakwah yang efektif. Memanfaatkan sifat universal dari seni, maka kaligrafi Islam telah dinikmati keindahannya oleh semua bangsa. Banyak yg akhirnya masuk Islam gara gara kaligrafi. Antara lain Muhammad Zakariya menurut Amerika, serta Kouichi Honda menurut Jepang
- Menghukumi bid'ah terhadap kaligrafi jua nir sempurna target lantaran kaligrafi hanyalah wahana. Sebagaimana tasbih sarana buat berdzikir, serta speaker sarana untuk adzan, kaligrafi pula wahana untuk menampilkan ajaran ajaran Al-Qurán pada warga luas. Kedudukannya sama menggunakan ilmu tajwid, ilmu hadis, ilmu fiqih, dan lain lain yang belum terdapat dalam masa rasul.
- Kebaikan nir hanya dibuka pada generasi salaf. Generasi belakangan pun akan dibukakan kebaikan kebaikan yg generasi salaf tidak memahami. Sangat keliru jika hanya menduga generasi salaf menjadi asal kebaikan satu satunya sebagaimana yg tak jarang mereka dengung dengungkan lau kaana khairan lasabaquuna ilaih. Bukankah terdapat hadis berbunyi : barang siapa yang mentradisikan perbuatan baik dalam Islam, maka baginya merupakan pahala dan pahala orang orang yang mengikutinya.. . Mentradisikan perbuatan baik, tidak dibatasi sampai generasi salaf.
Sudahlah Bro...daripada majang foto Lionel Messi mendingan masang kaligrafi.
Mudah mudahan bermanfaat.
Comments
Post a Comment