KISAH NYATA MENJEMPUT RUH YANG HILANG OLEH DEE ANDESKA

Pasamoan Sophia - Setiap insan terlahir menggunakan kudus, tergantung orangtuanya mau mengakibatkan yahudi, nasrani atau majusi, merujuk dalam sabda nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh HR. Al-Bukhari & Muslim.

Maka nir ada dosa yg diturunkan, ataupun penyakit yg diturunkan menurut orang tua. Akan namun bisa saja jin yang selama ini disembah orang tuanya merasa bahwa anak manusia ini adalah miliknya. Lantaran itu syaitan jin yang sebagai khorin/pembantu orang tuanya, akan mencari anak yg memiliki karakter yg sama dengan orang tuanya atau sesuai yg beliau sukai.
Maka hadapkanlah wajahmu menggunakan lurus pada kepercayaan Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yg telah membentuk insan dari fitrah itu. Tidak terdapat peubahan dalam fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia nir mengetahui, (QS: Ar-Rum Ayat 30) 
Cerita diatas adalah pembuka serta pada rasa perlu aku tuliskan, lantaran aku pernah beberapa kali menemukan kenyataan yang hampir serupa hanya latar belakang serta loka kejadiannya saja yg tidak sama.
Saya sempat beberapa kali terlibat perkara misalnya yang di atas yaitu mengenai perjanjian masa kemudian yaitu masa orang tuanya (karuhun/nenek moyang) yg pada akhirnya menjadi boomerang bagi anak cucu nya di lalu hari, bahasa jawanya Wong tuo pengabdian wiwitan (Yang tua mengerjakan keteladanan), wong enom pengabdian lakoni (Yang muda berbakti menjalankan)," orang tua yang berbuat anak cucu jadi korban".

Akan tetapi yg ingin saya cerita hanya satu perkara yg sangat mengena pada hati aku , serta yg hampir-hampiran merenggut nyawa aku sendiri.

Kisah bepergian ini mungkin akan terdapat yang menduga bualan belaka atau bohong, tapi terserah pendapat masing-masing, karena memang itu yang kami alami, serta goresan pena ini jua hanya menjadi pengingat buat kami sebagai "perjalanan menemukan kebenaran" selama kami mendalami dunia spiritual.
Tak Berdarah Berarti Mati.. Kurang Darah Berarti Lemah.. Yang berlumuran Darah Berarti Perkasa, -Dee Andeska
Awal kisah seorang teman yang beberapa bulan sebelumnya cerita bahwa dia mempunyai keponakan yg kurang sehat akalnya, ia cerita lantaran memang dia tahu jika aku dan teman-teman punya satu komunitas spiritual. Komunitas aku pada naungan salah satu yayasan dan galat satu tariqat yg ada di kota cirebon.
Kembali dalam cerita, malam itu saya serta sahabat yg ngasih tau ponakannya sakit.singkat cerita, kemudian kita berangkat setelah shalat isya, sesampai disana kita ngobrol dengan orang tua si anak yg sakit, hasil berdasarkan dialog itu bahwasannnya si orang tua sudah merasa bosan mengobati anaknya dari medic sampe alternatif beliau jabanin demi si buah hatinya.

Sambil ngobrol, aku mencoba buat menerawang gamabarannya seperti apa sakit anak itu, yang kebetulan pas kita kesana si anaknya tertidur di kursi, jadi sangat memepermudah jalannya penerawangan, karena posisi tidur adalah posisi dimana semua yang terdapat pada dalam jasadi lagi pada membisu pada muaranya masing-masing.

Setelah penerawangan terselesaikan akhirnya saya menyimpulkan bahwa anak itu sebagai tumbal berdasarkan perjanjian masa lalu, yg dampaknya jadi sakit. Lantaran ketika usia masih kecil si anak itu telah pada jemput ruhnya sang jin pendamping buyutnya buat mendiami suatu tempat, tepatnya pada Gunung Kunci yg berada pada daerah Sumedang.

Ringkas cerita kita Tim Ulin Karuhun dan teman aku berangkat menggunakan niat buat menemui ruh si anak itu di Gunung Kunci, dengan berbekalkan seluruh peralatan yang pada butuhkan kami berangkat ke wilayah tersebut.

Sesampai disana kami istirahat sebentar serta shalat dzuhur karena kebetulan pas datang posisi telah masuk ke waktu dzuhur. 

Beres melepas lelah kami melanjutkan bepergian menyusuri lorong-lorong gua yg ada di gunung kunci buat mencari gua-gua yang kemungkinan pada didiami si anak itu, yang akhirnya selesainya puter-puter kami menemukan tempatnya itu.

Disana kami pribadi melakukan ritual pengontakan buat berdialog, hasil menurut obrolan “kami hanya pada kasih tahu, jikalau mau merogoh ruh anak itu silahkan tapi jangan dengan paksaan dan jua minta pengganti serta kalau ingin lebih jelas kami pada suruh menghubungi ke yang menitipkan ruh anak ini, yang menitipkan termasuk keliru satu penguasa dari Dayeuh Luhur”.

Nama Dayeuh Luhur diambil berdasarkan 2 istilah bahasa sunda yaitu ‘dayeuh’ yang artinya kota/tempat, serta ‘luhur’ yang merupakan tinggi. Emang sih karena dayeuh luhur posisinya paling tinggi terletak pada kecamatan Ganeas.

Di tempat ini pula terdapat makam putri Harisbaya istri dari Prabu Geusan Ulun, catatan sejarah pada loka ini dulu pernah sebagai sentra pemerintahan kerajaan sumedang ketika melawan penjajahan Belanda, dan disana pula masih ada jua peninggalan tongkat yg dikenal sang rakyat sumedang sebagai tongkat mbah Jaya Perkasa yg tak lain merupakan patih dari kerajan sumedang larang, dari loka itu dapat melihat kota sumedang serta sekitarnya.

Dengan perasaan hampa akhirnya kami setuju buat meneruskan bepergian walaupun dengan syarat yg lelah, karena menguras energi dalam ketika dialog dan dialognya tidak ada titik temu, hanya menyarankan buat ke dayeuh luhur untuk menemui yg menitipkan anak itu.

Masuk saat ashar kami hingga ke daerah yang dekat menggunakan Dayeuh Luhur, lantaran syarat lelah yang nir mungkin eksklusif mendaki ke sana kami berhenti pada galat satu tempat tinggal rakyat yg kebetulan terdapat famili menggunakan salah satu teman tim kami.

Rumah yang nyaman damai yang keliatan menurut tampak mata biasa, akan namun di pulang itu banyak mahluk-mahluk yang tak kasat mata berseliweran, yg uniknya mahluk tadi merasa nyaman di tempat tinggal itu.

Termasuk terdapat keliru satu makhluk yang sejenis burung akan tetapi akbar nongkrong di atas lemari/bupet yg ada di ruang tengah, pribadi mempersilahkan masuk ke aku dengan logat sunda buhun, “Bagea jalu sadatangna andika, heug sing tenang, tong harapan-asa kami mah moal dek merusak maksud arandika”.

Kami pun istirahat waktu itu telah mau masuk ke waktu magrib, sebelum magrib kami lakukan tawasul setalah beres tawasul kami eksklusif berjamaah solat maghrib. 

Beres itu kami eksklusif mencoba hubungan eksklusif buat menghubungi penghuni dayeuh luhur, kami mencoba buat menembus benteng ghoib dengan harapan terdapat yang mau mendapat kami sebagai tamu.

Akan tetapi kami hanya pada hadapkan pada kekosongan penghuni ghoib tempat itu. Tiba-Tiba tepat berdiri di dekat pohon hanjuang, terdapat yg ngasih tahu “Hampura kisana lain teu narima tamu, ngan ayeuna aya nu keur pada sawalakeun di denuh Prabu Tadjimalela putra teges ti Eyang Prabu Aji Putih, mangke dina wanci sareureuh udik aranjeuna misti ngampih deui ka panganjrekanana”.

Dengan berat hati terpaksa kami harus menunggu, sela  saat pada penantian kami pun berbincang sama tuan rumah, yang ternyata tuan rumah jua punya kelebihan buat melihat global sana, tepatnya kami menyebut Aki’.

Si aki juga menceritakan tentang perjalanan spritualnya masa-masa dulu yg iya geluti, dari kanuragan sampai ke ilmu nasihat beliau ceritakan, yg pada akhir saya mengerti kenapa sahabat aku mampu masuk ke tim kami, karena terdapat latar belakang menurut kakek buyutnya yang jadi galat satu tokoh kebathinan jua. Sampai dalam akhirnya si aki menitipkan cucunya tersebut pada kami, padahal kami pula sama-sama terus belajar.

Lewat waktu isya, kami menerima warta jika terdapat sebagaian penghuni sana yang telah kembali ke dayeuh luhur, dengan warta itu aku merasa terdapat yang pecah di benak ini semua penantian tidak sia-sia.

Saya langsung mengajak buat beres-beres serta berangkat, hal yg aneh sempat terjadi pada sini, pada saat mau ngeberesin parabot keris, golok, tongkat dan kujang (terjadinya pada ketika  akan memasukan perabot ke kantong) terdapat keliru satu perabot yang hilang yaitu kujang, lalu lalu saling sangkalah, sahabat satu nyangka kalau kujang itu pada satuin sama tongkat pada bawa duluan, teman yang satu hanya bawa tongkat lantaran kujang pada sangka pada satuin menggunakan golok dan keris, insiden itu menciptakan kami seluruh terdiam.

Tak lama saya mendengar burung akbar tadi bilang “Jalu!! Andika tong reuwas, si jago tutugan pangrango geus ti heula kulantara rek manggihan sobat dalitna, anu lawas paanggang, mangpang meungpeung, samalahmah kami oge arek nyusul”.

Akhirnya aku mengungkapkan ke teman-teman mengenai keberadaan kujang tersebut, dari sana aku berpikir, apa iya ke sana? Kan mereka yang konon terdapat pada perabot tembus ruang dan waktu, kenapa pas pada rumah harusnya kan mampu kesana kemari? Semerawut pikiran’berkecemuk di benak’ pusing aaahkk.

Setelah beres serta siap berangkat kami pamitan ke si aki yang punya rumah, sahih orang sunda “someah hade ka somah”. Beres pamitan kami melanjutkan perjalanan buat naik ke dayeuh luhur, kami sempatkan beli bensin dulu lantaran di perkirakan nir bakal relatif buat mendaki rute tadi, di bepergian saya masih berpikir apa benar kujang berdasarkan pangrango telah di atas Dayeuh Luhur?.
Hukum Non-lokalitas yg menyatakan bahwa unsur terkecil berdasarkan seluruh benda itu sebenarnya ada disini serta dimana-mana sekaligus. -Hukum Fisika Kuantum
Ringkas perjalanan kami hingga ke desa dayeuh luhur dengan bepergian rute yg panjang dan nanjak dan berbelok-belok. Sesampai disana kami istirahat sementara waktu dan langsung mendaki ke atas zenit dayeuh luhur, kami berjalan berirangan posisi gelap lantaran kami naik sekitar jam 9 lebih, sempurna lebih kurang jam 11 kami sampai puncak .

Kami pribadi mempersiapkan diri buat melakukan ritual dan mengajak obrolan keliru satu penghuni yg tersebut memberi informasi, kami di terima sang tiga orang penghuni Dayeuh Luhur, kami melakukan obrolan serta mempertanyakan kenapa sanggup ruh anak tadi jadi penghuni Gunung Kunci, tak lupa kami mengenalkan diri sebagai utusan keluarganya buat menjemput ruh anak tersebut.

Dialog  pun relatif usang, lantaran kami mendapat penerangan berasal muasal terjadinya insiden sampai ke cucu serta cicit sebagai korban” Nganjuk kudu naur, ngahutang kudu mayar “, sesudah seluruh jelas kami meminta ruh anak tadi buat diajak pulang balik ke keluarganya. 

Semua penghuni setuju bahwa silahkan dengan kondisi jangan terjadi pemaksaan terhadap ruh anak tersebut, lantaran kami juga nir melakukan itu pada anak tadi.

Akhirnya kami putusan bulat di Tanya bersama-bareng, jawab anak tadi membuat kami geram menggunakan susah payah kami menempuh perjalanan malah anak tadi tidak mau buat pergi karena merasa cocok hayati di dunia sana, dan kalaupun pulang ia akan merasa asing menggunakan suasana yang tidak selaras. 

Kami mencoba membujuk berkali kali, akan tetapi jawabannya tetep sama, menggunakan mencoba agak keras permanen saja malahan anak tadi marah dan bilang “ neupi ka belut sisitan oray jajangjangan moal balik , mun maksa hayu urang pada-pada nyekel sabuk milang tatu”. 

Kami disana hanya diem khususnya saya ko bisa ribet, padahal niatnya mau bantu anak tersebut balik dalam keluarganya. Setelah kami ngobrol menggunakan keluarganya kesepakatan untuk kami paksa jikalau harus hingga bertarung kami siap, aku ajukan lagi pertanyaan serupa buat ikut bersama kami pulang, anak itu tetep dalam pendiriannya untuk nir mau pulang.

Akhirnya kami berhadapan buat bertarung, akan namun sebelum terjadi penghuni yang berkuasa di sana ngucapin salam dan mengatakan yang membuat saya memalukan 
“heup heula kisana, nanaun teh ka hareup ngala sajeujeuh, ka tukang ngala sajeungkal, lamun mampu keneh laukna beunang caina herang bet naha make di ider”, 
kumaha lamun ku mama eta budak teh urang pada omongan ke boh hade boh goreng pada sampekeun ka hideup, 
yeuh ceuceukalan mama bawa ke dina waktuna ku mama di bejaan teu kudu kadieu ke dianterkeun lamun daekeunmah, 
da satadina oge ngalubarkeun jangji anu aya patula patalina jeung ieu buyut-buyutna budak, 
era atuh lain harti mama lauk buruk milu mijah piritan milu endogan, ngan tersebut ceuk mama oge ngarah laukna beunang caina herang, 
jug bral gampang-mudahan kaharepna majing kana saat nu mustari. Mama oge appal yen anjeun sakabeh wawakil ti medal karang pamulihan.

 Setelah terjadi konvensi dengan pihak sana akhirnya kami tim Ulin Karuhun sepakat buat pulang dan nunggu keterangan berdasarkan pihak dayeuh luhur, tidak lupa aku menanyakan mengenai eksistensi ki pangrango (kujang yg datang-datang menghilang) yg pungkasnya sudah duluan nyampai disini, “ Ki pangrango puguh enya, tersebut basa wanci isya anjogna, tuh geura aya pada bale-bale bisik rek di ajak mulangmah”.
Setelah Mencoba buat menkontaknya ternyata tidak jauh dari kami kurang lebih satu meter setangah, ki pangrango yang bentuk kujang buruk rupa menancap pas di depan pohon yg tidak jauh berdasarkan kami, sehabis aku bubut kami pamitan pulang dan siap buat nagih janji tentang perhitungan pembatalan janji buyut leluhurnya famili teman kami.
Dalam perjalan pergi kami nir poly mengalami gangguan nir seperti halnya pada ketika mulai bepergian, banyak hal teknis yang tidak masuk di logika terjadi buat menghalangi perjalan pemberangkatan, alhamdulillah perjalan pergi lancar.
Justru aneh saking lancar bepergian hanya memakan ketika satu jam pun kurang nyampe rumah guru kami, kami turun jam setangah dua belas dari puncak dayeuh luhur jalan kaki sampe ke tempat kerja desa, berdasarkan sana berhenti istirahat sembari melepas lelah, terus pulang jam setengah satu kami telah nyampe rumah guru kami, padahal Sumedang Bandung bisanya di tempuh paling cepat satu jam, kami turun menurut puncak saja 1/2 dua belas, 1/2 satu telah pada bandung.

Melepas Tali Janji
Kisah ini adalah kelanjutan berdasarkan membantu melepaskan pertalian janji yang menawa ruh seseorang ponakan teman saya dan teman dalam tim mendapat amanah buat mengobatin penyakitnya.

Tepat dua hari sebelum hari rabu lima juli 2018, sesudah kepulangan dari gunung kunci dan dayeuh luhur menggunakan kelompok kami menerima chat WhatsApp menurut bunda anak itu, yg berisikan minta berdasarkan pihak keluarganya memaksa buat mengajak pulang ruh keponakan berdasarkan sahabat aku apapun yg terjadi.

Kami menyetujui dan sepakat buat memaksa apapun yg terjadi, asal ruh yg tertahan itu mampu bebas kembali. Tanggal 4 juli 2018, aku menyanggupi buat menarik pulang ruh tersebut, malamnya lewat pkl. 00.00 aku mencoba kontak menghubungi penghuni Dayeuh Luhur yg kemarin menyatakan siap untuk membantu proses negosiasi.

Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya sanggup pula dihubungi dan kami mulai dialog menyampaikan mengenai pemulangan atau pertukaran akan tetapi dengan syarat yg tidak memberatkan. 

Dialog panjang memakan saat lama tidak ada konvensi yang ada hanya satu jalan yaitu tarung, karena katanya pihak Dayeuh Luhur telah mencoba buat mengajak pergi tapi permanen tidak mau, serta pihak dayeuh luhur menyerahkan semua keputusan pada pihak kami khususnya aku lantaran saya yg menyanggupinya” kade sing gede tinimbangan entong getas harupateun”.
Dengan konvensi dari pihak Dayeuh Luhur ketemu pada besok malam, dan aku sepakati serta aku siap buat menghadapinya.

Rutinitas pagi-pagi seperti biasa walaupun terdapat sedikit was-was soalnya aku gak tau harus berbuat apa untuk menghadapi, tapi dalam diri aku bersiap-siap buat menghadapi apapun yang terjadi walaupun nyawa harus jadi taruhannya dari nir melibatkan teman-sahabat, lantaran sudah jadi konsekuensi dari sebuah kerjaan seperti ini.

Siang dirasa berlalu sangat cepat, masuk waktu magrib saya dzikir sementara waktu, berangkat ke tempat latihan tidak berdasarkan umumnya, lebih cepat dari kebiasan.

Tujuan saya hanya satu yaitu mau ngobrol atas apa yg akan saya lakukan nanti malam ke guru spiritual sekaligus bapak angkat aku yg keseharian di panggil baba.

Akan tetapi apa hendak di istilah tidak sempat tersampaikan, karena terdapat sesuatu hal sebagai akibatnya hajat aku tidak tersampaikan pada pengajar atau baba. 

Akhirnya menggunakan membulatkan tekad apapun resikonya saya tanggung. Latihan pada saat itu juga tidak karuan lantaran pikiran yg terpenuhi kepanikan jua, lantaran aku gak memahami apa yang akan terjadi beberajam kedepan.

Tepat pukul 01.15 mnt apa yg di nanti-nanti dating juga akan tetapi nir sendiri, akan tetapi dengan satu regu pasukan yg telah siap bertempur, sedangkan pada pihak aku hanya 4. Aku , ki pangrango, nyai geding anth, sama si kumpay, untung itu juga baba paling aman ngasih pinjem sekomplitnya.
Dialog sebentar serta yg berujung permasalahan tidak seimbang, 4 melawan 15 belas dengan senjata dan kemapuan seadaya aku berusaha untuk melawan, jalan pertarung yang tidak seimbang berlangsung lumayan lama cukup alot, ringkas jalan konflik memakan waktu hampir satu jam menggunakan berdarah-darah (di wa wa as hihihhi).

Tapi alhamdulillah menggunakan pertolongan Allah Swt., dan kegigihan perlawanan si kompay sanggup menawa 4 menurut pasukan itu, ki pangrango 3, Nyai Geding Anteh 1, aku sendiri babak belur. Masih bersyukur masih bisa mempertahankan yg paling penting sudah tertawannya ruh ponakan sahabat doanya saja semoga keponakan teman aku bisa sembuh. Aminn cagg ahhh….
....boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, serta boleh jadi (jua) engkau menyukai sesuatu, padahal dia amat jelek bagimu; Allah mengetahui, sedang engkau tidak mengetahui.” — (QS: al- Baqarah ayat 216)

Comments